Kita harus berusaha bersabar ketika emosi sedang memuncak karena sesuatu hal.Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang bisa saja marah. Marah adalah
sesuatu yang manusiawi. Lalu apa makna hadis Nabi SAW itu? Ibnu Hajar
dalam Fathul Bani menjelaskan makna hadis itu: "AlKhath thabi berkata,
"Arti perkataan Rasu lullah SAW 'jangan marah' adalah menjauhi
sebab-sebab marah dan hendaknya menjauhi sesuatu yang mengarah
kepadanya." Menurut 'Al-Khaththabi, marah itu tidaklah terlarang, karena
itu adalah tabiat yang tak akan hilang dalam diri manusia.
Penelitian Dave Meier mengungkapkan bahwa otak manusia terdiri dari
tiga susunan, yakni otak reptil berefungsi mengatur sistem otomatisasi
tubuh dan pertahanan atau menghindar, sistem limbik (otak
mamalia)berfungsi mengarahkan emosi dan otak neokorteks berfungsi untuk
berfikir positif. Jika seseorang marah maka Otak reftil lah yang
bereaksi maka tubuh akan mirip seperti reptil yaitu membentak,
membanting dan memukul tanpa berfikir akibat dari segala perbuatannya.
Makanya sedapat mungkin otak neokorteks atau otak berfikirlah yang harus
diaktifkan dengan cara merangsang emosi-emosi positif. Agar jika pun
seseorang itu marah, maka marahnya tidak dilampiaskan dengan serta merta
tetapi rasa marah akan hilang dengan sendirinya dengan dikendalikan,
dengan cara melakukan relaksasi atau seperti yang diajurkan Rasulullah
SAW, jika sedang marah maka bersabarlah, diamlah, tahan kemarahan. Jika
sedang berdiri duduklah, jika masih marah maka berwudhulah.
Manusia memang dianugerahi nafsu, salah satunya nafsu marah namun
hanya sebagian saja yang bisa mengendalikan nafsu marah
tersebut.Aristoteles, seorang filsuf Yunani dalam The Nicomachean Ethics
(350M)mengatakan “Siapa pun bisa marah, marah itu mudah. Namun marah
kepada orang yang tepat dengan kadar sesuai, pada waktu yang tepat, demi
tujuan yang benar dan dengan cara yang baik, bukanlah hal yang mudah”
Bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat
ketika marah, lalu apa yang harus kita lakukan ketika marah melanda
kita?
Pertama, andaipun memang harus
marah, maka marahlah dengan cara sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Yaitu, marah yang benar, tegas
dan santun. InsyaAllah, marah dengan cara yang demikian akan memberikan
jalan keluar terhadap permasalahan yang tengah dihadapi.
Kedua,
bersikaplah tawadlu dan jangan banyak keinginan. Mengapa? Karena di
saat kita banyak keinginan, maka akan banyak sekali
kemungkinan-kemungkinan kita akan merasakan kekecewaan yang berlanjut
kepada kemarahan. Yaitu, saat keinginan-keinginan kita itu tidak
terpenuhi.
Bukan berarti tidak boleh memiliki keinginan. Melainkan
maksudnya adalah bahwa kita harus selalu siap menghadapi segala
kemungkinan. Karena tidak setiap keinginan kita akan terwujud. Semakin
ingin dihargai, dihormati, dipuji, dikagumi, dibalasbudi, akan semakin
sering sakit hati dan
ngambek.
Ketiga, ucapkanlah
“`A’udzubillahi minasyaithaanirrahjiim” (Aku berlindung kepada Allah, dari godaan syaitan yang terkutuk.). Karena kemarahan itu adalah bentuk hasutan syaitan.
Sulaiman Ibnu Sard RA. meriwayatkan,
“Pernah
dua orang yang saling mencerca satu sama lain di hadapan Rasulullah
Saw.. Sementara itu, kami sedang duduk di sisi beliau. Salah seorang
dari mereka menghina yang lainnya dengan diiringi kemarahan, hingga
merah mukanya. Maka, Rasulullah Saw. bersabda, “Aku mengetahui suatu
kalimat yang jika diucapkan olehnya (orang yang sedang marah), maka akan
hilang kemarahannya. Hendaklah dia berkata, “A’udzubillahi minasy
syaithanir rajim (Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang
terkutuk).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keempat,
diamlah sejenak. Jangan bereaksi dahulu ketika amarah terasa
bergejolak. Karena akhlaq itu adalah respon yang spontan. Sebagai
contoh, saat kita keluar dari masjid dan kita mendapati sandal kita raib
dari tempatnya, ada orang yang secara spontan langsung mengungkapkan
kejengkelan dan kemarahannya bahkan dengan kata-kata yang tidak baik.
Dalam contoh situasi seperti ini, maka sebaiknya sikap yang kita lakukan
adalah menahan diri untuk bereaksi secara spontan.
Lebih baik
diam sejenak sembari berpikir, ah barangkali sandalnya tertukar. Atau,
oh barangkali sandalnya sedang dipinjam sebentar oleh seseorang yang
tidak sempat memohon izin karena mendesak dan tidak tahu siapa pemiliki
sandal itu. Atau, oh barangkali sandalnya memang hilang berarti tanda
akan punya sandal baru. Toh, tidak mungkin jika hal kehilangan itu
menyebabkan dirinya jadi tidak punya sandal seumur hidupnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. bersabda,
“Apabila di antara kalian marah maka diamlah.” Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallamucapkan sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad)
Kelima, sesuai dengan sunnah
Rasulullah Saw., apabila kita sedang dalam keadaan marah yang tidak juga
bisa reda dengan sikap diam, maka apabila keadaan kita sedang berdiri,
duduklah. Jika dengan duduk masih juga belum bisa reda, maka
berbaringlah. Tentu saja bukan berarti harus berbaring di sembarang
tempat. Maksudnya adalah, ketika amarah masih belum juga reda, carilah
situasi yang lebih bisa menenangkan dan menentramkan hati.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Jika
salah seorang kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka
hendaklah duduk. Jika masih belum reda marahnya, maka hendaklah
berbaring.” (HR. Ahmad).
Hal ini karena
marah dalam keadaan berdiri lebih besar kemungkinannya untuk melakukan
keburukan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan
berbaring lebih jauh aman daripada duduk dan berdiri.
Keenam, ambillah wudhu. Air wudhu insyaAllah akan menentramkan hati yang panas dibakar amarah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya,
kemarahan itu berasal dari syaitan. Dan syaitan tercipta dari api. Dan
sesungguhnya, api itu dapat dipadamkan dengan air. Jika salah seorang
diantara kalian marah, maka berwudhulah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Sahabatku,
untuk menghindari letupan amarah, kurangilah keinginan-keinginan dan
kurangi juga keinginan untuk mendapatkan segala hal yang sempurna. Orang
yang senantiasa ingin mendapatkan segala hal yang sempurna biasanya
jauh lebih sensitif untuk terpancing amarah. Mengapa? Karena, hakikatnya
di dunia ini memang tak ada yang sempurna. Selalu ada saja kekurangan
dalam hal apapun.
Ketika kita bisa mengendalikan kemarahan kita,
maka kita akan merasakan keadaan yang jauh lebih enak dan lega.
Kemarahan biasanya selalu meninggalkan penyesalan dan rasa sakit.
Sedangkan saat kita bisa menahannya kemudian menyampaikan uneg-uneg kita
dengan cara yang santun, itu justru akan memberikan hasil yang efektif,
yaitu maksud tersampaikan tanpa ada penyesalan dan tanpa ada yang
tersakiti. Keputusan yang kita buat pun akan jauh lebih baik.
Ketika
kita memarahi orang lain, kemudian dia memenuhi kehendak kita, itu
bukanlah karena ia suka melakukannya melainkan karena rasa takut,
tertekan dan keterpaksaan. Padahal cara yang paling baik untuk
menggerakkan orang lain adalah dengan menyentuh hatinya sehingga ia
menuruti kehendak kita benar-benar karena kehendak hatinya sendiri yang
ridha. Tak ada orang yang senang berada di dekat orang yang marah. Orang
selalu senang dan nyaman berada di dekat orang yang bisa mengendalikan
amarahnya.
Untuk menjadi orang yang mampu mengendalikan amarah,
yang harus kita miliki adalah tekad untuk benar-benar mau belajar
mengendalikannya. Selain itu, kita pun harus tahu saat-saat paling
sensitif kita mudah marah. Pada saat inilah tingkatkan kesadaran kita
untuk tidak marah dan menghindari kemungkinan-kemungkinan terpancingnya
kemarahan.
Setelah tadi kita membahas panjang lebar bagaimana cara
mengendalikan amarah yang ada di dalam diri kita, lalu bagaimana cara
kita menghadapi orang-orang yang pemarah?
- Pahami apakah
orang ini memang memiliki karakter yang mudah marah atau tidak. Jika
memang itu sudah menjadi karakternya, maka kita bisa ketahui apa saja
hal-hal yang bisa mudah memancing kemarahannya sehingga kita bisa
menghindari hal-hal yang berpotensi meletupnya kemarahannya.
- Teori
batu. Ketika batu dilempar kepada seseorang lalu batu itu mengenainya,
maka batu itu kemudian akan mental. Nah, dalam penggambaran ini,
semestinya tangkaplah batu itu agar tidak mental. Karena sesungguhnya
orang yang sedang marah itu ingin agar kemarahannya diterima. Menghadapi
orang yang sedang marah, jangan hadapi dengan kemarahan. Hadapi saja
dengan sikap tenang dan dengarkan hingga ia berhenti sendiri dan reda
kemarahannya.
- Kalau kita melihat orang yang pemarah, jadikanlah
pelajaran. Bahwa seperti itulah buruknya kemarahan, dan saya tidak ingin
buruk seperti dia.
- Jika kita ingin marah, ingatlah sesungguhnya
marah akan menimbulkan rasa sakit hati. Ingat penggambaran paku yang
dicabut sebagaimana sudah diulas di atas. Tidak mudah mengobati luka di
hati.
- Jika kita menghadapi orang yang pemarah, jadilah pemaaf.
Jangan ladeni kemarahan dengan kemarahan. Kemuliaan akan Allah
anugerahkan kepada orang-orang yang berlapang dada. Untuk menjadi orang
yang berlapang dada, jadilah orang yang selalu rendah hati dan sadar
bahwa segala sesuatu hanyalah titipan Allah Swt.. semata. Serta,
kurangilah harapan kita terhadap orang lain untuk memenuhi keperluan
pribadi kita. Semakin kita tidak berharap kepada orang lain, semakin
kecil kemungkinan kita untuk sakit hati, dan semakin jauh pula kita dari
rasa kecewa dan amarah.
Saudaraku, adalah mustahil kita
berjumpa dengan orang yang sempurna. Sebaik apapun kita, pasti ada saja
orang yang tidak suka kepada kita. Apabila ada orang yang tidak suka
kepada kita, jangan sampai itu membuat kita jadi sengsara. Karena orang
yang tidak suka kepada kita itu tidak membahayakan kita. Hal yang
membahayakan adalah justru bila kita tidak suka kepada dia. Coba, yang
membuat kita jadi gelisah adalah bukan karena penghinaan dia, tapi
keinginan kita untuk dihormati.
Orang yang tidak suka dan sebel
kepada kita itu adalah orang yang setia kepada kita. Siang malam dia
memikirkan kita, ingat kepada kita. Kita sudah tidur, dia masih terjaga
memikirkan diri kita. Kemana-mana dia pergi, kita dibicarakan. Kita ini
diidolakan olehnya. Setiap dia membicarakan kejelekan kita atau
menjelek-jelekkan kita, pahalanya sampai kepada kita, dan dosa kita
dipikul oleh dia. Bukankah itu pengabdian tiada tara yang dia lakukan
kepada kita?!
Kerugian itu adalah apabila kita sebel kepada orang
lain. Waktu kita habis sia-sia, pikiran kita lelah, hati kita penat, dan
dosa kita malah bertambah. Janganlah tiru keburukan dengan keburukan.
Untuk apa kita berpendidikan, sekolah, belajar jika hanya untuk meniru
keburukan yang orang lain lakukan.
Orang yang bisa bersikap tenang
itu adalah orang lebih kuat dan menyegankan dibandingkan orang yang
mudah marah besar. Semakin tenang seseorang, semakin bisa dia menahan
amarah, semakin bisa dia tidak membalas marah dengan kemarahan, maka
semakin jernih dan berwibawalah dirinya. Juga semakin dicintai dan
semakin bermanfaatlah dirinya. Inilah berkah dari mengendalikan amarah.
Amarah
adalah sikap yang negatif. Tetapi apabila amarah itu mendekatkan diri
kita kepada Allah Swt., maka itu adalah amarah yang positif. Sebelum
memeluk Islam, ‘Umar bin Khattab RA. adalah orang yang sangat temperamen
dan keras. Tetapi setelah masuk Islam, sikapnya yang seperti demikian
itu disesuaikan dengan ajaran Islam. Sehingga dampak yang terjadi
sungguh sangat luar biasa terhadap perkembangan Islam itu sendiri.
sumber :
http://sayapsakinah.com/mengedalikan-marah/
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/08/08/128853-adab-mengendalikan-amarah-menurut-islam
http://www.smstauhiid.com/jurus-mengendalikan-amarah/
http://www.lampuislam.blogspot.com/2013/10/9-tips-mengendalikan-amarah-dalam-islam.html