ketulusan seorang ibu

Minggu, 21 Juni 2015

Tahu coklat isi "ala mama" untuk berbuka puasa

Bahan;
Wortel diiris kotak
Kentang diiris kotak
Bakso di iris kotak-kotak
Kornet atau daging asap iris kecil-kecil
Lada
Biji pala
Bawang putih

Bahan pengental:
Sagu di campur terigu tambahkan air lalu diaduk

Untuk membuat isi dalam tahu;
Bawang putih, lada, biji pala  dan garam di uleg, lalu ditumis.
Setelah harum, tambahkan gula sedikit, lalu masukan wortel , kentang, bakso, kornet /daging asap yg telah di potong kecil2 ke dalam tumisan bumbu, kemudian masak hingga matang, setelah matang masukan bahan pengental, lalu diaduk semua bahan sampai mengental.kemudian angkat
Masukan adonan tersebut ke dalam tahu yang telah di belah tengahnya. Tanpa daging asap dan kornet juga sudah terasa enak.  Tàhu tersebut dapat  di matangkannya boleh di goreng dengan terigu atau   dapat juga di kukus .

Kamis, 18 Juni 2015

Rawon "ala mama"


Berikut ini resep rawon yang disajikan, sehingga anda bisa mencoba dengan membuat rawon yang enak dan lezat  , tentunya buatan sendiri.cocok untuk hidangan berbuka puasa paling segar.

Bahan-bahan rawon :

  • 500 gram daging rawon (biasanya daging sapi) direbus
  • daun bawang untuk di iris halus secukupnya
  • 5 siung bawang merah, 
  • 3 siung bawang putih
  • 3 butir kemiri
  •  1sdt ketumbar ( lebih enak di sangrai)
  • Jahe
  • lada secukupnya 
  • 5 kluwek yang besar
  • satu ruas kunyit
  • Terasi
  • 5 lembar daun jeruk
  • 2 batang serai
  • 1 sendok teh garam
  • ½ sendok teh gula
  • Minyak Goreng 
  • tambahan pelengkap ; telur rebus, toge pendek

Cara membuat 

1.Semua bumbu diuleg kecuali jahe , serai ( dikeprek) dan daun jeruk.

2.ambil sedikit minyak goreng, tumis semua bumbu yang diuleg, setengah matang masukan jahe, daun jeruk lalu tumis semua bumbu sampe harum

3.setelah bumbunya matang dimasukan dalam rebusan daging, lalu rebus kembali dengan api kecil sampe daging empuk

4.setelah matang sebelum diangkat masukan daun bawang dan tomat iris

5.masakan siap dihidangkan bersama emping& krupuk , jangan lupa taburkan bawang goreng  ^-^

( note:bagi yang suka toge pendek masukan  pada saat akan di makan( togenya sudah direbus sebentar)

Sambel uleg rawon

Cabe rawit merah ditambah garam sedikit dan gulĂ   sedikit diuleg lalu ditambahkan air matang sedikit.



Senin, 15 Juni 2015

Pasta Macaroni & Spaghetti Saus Daging "ala mama"

Saus Pasta

Bahan:
Bawang putih dicincang terlebih dahulu 1 biji ukuran besar 

Bawang merah diiris tipis 1/2 biji
250 gram daging sapi giling
1/2 buah bawang bombai, iris tipis
3 sdm saus pedas ( bisa di tambah jika suka pedas )
1 sdm gula pasir
1 sdm garam
1 sdm saus tiram

merica secukupnya
1/2 liter air matang




Cara membuat "Pasta" saus daging

  1. Masak spaghetti atau macaroni yang baru anda beli dari supermarket hingga lunak, angkat, tiriskan. Siram dengan sedikit air dingin supaya spaghetti tidak lengket.
  2. Panaskan sedikit minyak, masukan bawang bombay aduk- aduk hingga harum, masukan daging sapi giling aduk, masukan saus pedas, garam, gula pasir, saus tiram, dan bumbu lainnya  aduk merata. Tuangkan 1/2 liter air aduk lagi, angkat.
  3. Siapkan piring saji, taruh spaghetti di atasnya, tuangi saus daging tepat di atasnya, lalu taburi dengan parutan keju kualitas sedang. Sajikan selagi hangat dan enak.



gambar saus pasta daging yang telah matang


pasta yang telah disajikan

Minggu, 14 Juni 2015

Chicken Teriyaki "ala mama"

Bahan:
 300 gram daging ayam fillet, potong dadu
2 sdm minyak sayur
1 sdt mentega

 Bumbu
2 sdm bawang bombai cincang
4 siung bawang putih haluskan
1/2 sdt jahe parut
2 sdm gula pasir
2 sdm kecap manis
saus tiram secukupnya

Cara membuat
1. Campur ayam de, tumisngan minyak sayur  dan semua bumbu  (kecuali bawang bombai), aduk rata. simpan dalam lemari es selama 20 menit
2. Panaskan mentega , tumis bawang bombai hingga harum  masukkan ayam beserta bumbunya. Masak hingga ayam matang . sajikan dengan saus tomat, saus sambel, mayones dan merica bubuk.


Rabu, 03 Juni 2015

mengendalikan marah

Kita harus berusaha bersabar ketika emosi sedang memuncak karena sesuatu hal.Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang bisa saja marah. Marah adalah sesuatu yang manusiawi. Lalu apa makna hadis Nabi SAW itu? Ibnu Hajar dalam Fathul Bani menjelaskan makna hadis itu: "AlKhath thabi berkata, "Arti perkataan Rasu lullah SAW 'jangan marah' adalah menjauhi sebab-sebab marah dan hendaknya menjauhi sesuatu yang mengarah kepadanya." Menurut 'Al-Khaththabi, marah itu tidaklah terlarang, karena itu adalah tabiat yang tak akan hilang dalam diri manusia.

Penelitian Dave Meier mengungkapkan bahwa otak manusia terdiri dari tiga susunan, yakni otak reptil berefungsi mengatur sistem otomatisasi tubuh dan pertahanan atau menghindar, sistem limbik (otak mamalia)berfungsi mengarahkan emosi dan otak neokorteks berfungsi untuk berfikir positif. Jika seseorang marah maka  Otak reftil lah yang bereaksi maka tubuh akan mirip seperti reptil yaitu membentak, membanting dan memukul tanpa berfikir akibat dari segala perbuatannya. Makanya sedapat mungkin otak neokorteks atau otak berfikirlah yang harus diaktifkan dengan cara merangsang emosi-emosi positif. Agar jika pun seseorang itu marah, maka marahnya tidak dilampiaskan dengan serta merta tetapi rasa marah akan hilang dengan sendirinya dengan dikendalikan, dengan cara melakukan relaksasi atau seperti yang diajurkan Rasulullah SAW, jika sedang marah maka bersabarlah, diamlah, tahan kemarahan. Jika sedang berdiri duduklah, jika masih marah maka berwudhulah.

Manusia memang dianugerahi nafsu, salah satunya nafsu marah namun hanya sebagian saja yang bisa mengendalikan nafsu marah tersebut.Aristoteles, seorang filsuf Yunani dalam The Nicomachean Ethics (350M)mengatakan “Siapa pun bisa marah, marah itu mudah. Namun marah kepada orang yang tepat dengan kadar sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar dan dengan cara yang baik, bukanlah hal yang mudah”


Bagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat ketika marah, lalu apa yang harus kita lakukan ketika marah melanda kita?

Pertama, andaipun memang harus marah, maka marahlah dengan cara sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Yaitu, marah yang benar, tegas dan santun. InsyaAllah, marah dengan cara yang demikian akan memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang tengah dihadapi.

Kedua, bersikaplah tawadlu dan jangan banyak keinginan. Mengapa? Karena di saat kita banyak keinginan, maka akan banyak sekali kemungkinan-kemungkinan kita akan merasakan kekecewaan yang berlanjut kepada kemarahan. Yaitu, saat keinginan-keinginan kita itu tidak terpenuhi.
Bukan berarti tidak boleh memiliki keinginan. Melainkan maksudnya adalah bahwa kita harus selalu siap menghadapi segala kemungkinan. Karena tidak setiap keinginan kita akan terwujud. Semakin ingin dihargai, dihormati, dipuji, dikagumi, dibalasbudi, akan semakin sering sakit hati dan ngambek.

Ketiga, ucapkanlah “`A’udzubillahi minasyaithaanirrahjiim” (Aku berlindung kepada Allah, dari godaan syaitan yang terkutuk.). Karena kemarahan itu adalah bentuk hasutan syaitan.
Sulaiman Ibnu Sard RA. meriwayatkan, “Pernah dua orang yang saling mencerca satu sama lain di hadapan Rasulullah Saw.. Sementara itu, kami sedang duduk di sisi beliau. Salah seorang dari mereka menghina yang lainnya dengan diiringi kemarahan, hingga merah mukanya. Maka, Rasulullah Saw. bersabda, “Aku mengetahui suatu kalimat yang jika diucapkan olehnya (orang yang sedang marah), maka akan hilang kemarahannya. Hendaklah dia berkata, “A’udzubillahi minasy syaithanir rajim (Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Keempat, diamlah sejenak. Jangan bereaksi dahulu ketika amarah terasa bergejolak. Karena akhlaq itu adalah respon yang spontan.  Sebagai contoh, saat kita keluar dari masjid dan kita mendapati sandal kita raib dari tempatnya, ada orang yang secara spontan langsung mengungkapkan kejengkelan dan kemarahannya bahkan dengan kata-kata yang tidak baik. Dalam contoh situasi seperti ini, maka sebaiknya sikap yang kita lakukan adalah menahan diri untuk bereaksi secara spontan.
Lebih baik diam sejenak sembari berpikir, ah barangkali sandalnya tertukar. Atau, oh barangkali sandalnya sedang dipinjam sebentar oleh seseorang yang tidak sempat memohon izin karena mendesak dan tidak tahu siapa pemiliki sandal itu. Atau,  oh barangkali sandalnya memang hilang berarti tanda akan punya sandal baru. Toh, tidak mungkin jika hal kehilangan itu menyebabkan dirinya jadi tidak punya sandal seumur hidupnya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila di antara kalian marah maka diamlah.” Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallamucapkan sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad)

Kelima, sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw., apabila kita sedang dalam keadaan marah yang tidak juga bisa reda dengan sikap diam, maka apabila keadaan kita sedang berdiri, duduklah. Jika dengan duduk masih juga belum bisa reda, maka berbaringlah. Tentu saja bukan berarti harus berbaring di sembarang tempat. Maksudnya adalah, ketika amarah masih belum juga reda, carilah situasi yang lebih bisa menenangkan dan menentramkan hati.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Jika salah seorang kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah duduk. Jika masih belum reda marahnya, maka hendaklah berbaring.” (HR. Ahmad).
Hal ini karena marah dalam keadaan berdiri lebih besar kemungkinannya untuk melakukan keburukan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh aman daripada duduk dan berdiri.

Keenam, ambillah wudhu. Air wudhu insyaAllah akan menentramkan hati yang panas dibakar amarah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,  “Sesungguhnya, kemarahan itu berasal dari syaitan. Dan syaitan  tercipta dari api. Dan sesungguhnya, api itu dapat dipadamkan dengan air. Jika salah seorang diantara kalian marah, maka berwudhulah.”  (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Sahabatku, untuk menghindari letupan amarah, kurangilah keinginan-keinginan dan kurangi juga keinginan untuk mendapatkan segala hal yang sempurna. Orang yang senantiasa ingin mendapatkan segala hal yang sempurna biasanya jauh lebih sensitif untuk terpancing amarah. Mengapa? Karena, hakikatnya di dunia ini memang tak ada yang sempurna. Selalu ada saja kekurangan dalam hal apapun.

Ketika kita bisa mengendalikan kemarahan kita, maka kita akan merasakan keadaan yang jauh lebih enak dan lega. Kemarahan biasanya selalu meninggalkan penyesalan dan rasa sakit. Sedangkan saat kita bisa menahannya kemudian menyampaikan uneg-uneg kita dengan cara yang santun, itu justru akan memberikan hasil yang efektif, yaitu maksud tersampaikan tanpa ada penyesalan dan tanpa ada yang tersakiti. Keputusan yang kita buat pun akan jauh lebih baik.
Ketika kita memarahi orang lain, kemudian dia memenuhi kehendak kita, itu bukanlah karena ia suka melakukannya melainkan karena rasa takut, tertekan dan keterpaksaan. Padahal cara yang paling baik untuk menggerakkan orang lain adalah dengan menyentuh hatinya sehingga ia menuruti kehendak kita benar-benar karena kehendak hatinya sendiri yang ridha. Tak ada orang yang senang berada di dekat orang yang marah. Orang selalu senang dan nyaman berada di dekat orang yang bisa mengendalikan amarahnya.
Untuk menjadi orang yang mampu mengendalikan amarah, yang harus kita miliki adalah tekad untuk benar-benar mau belajar mengendalikannya. Selain itu, kita pun harus tahu saat-saat paling sensitif kita mudah marah. Pada saat inilah tingkatkan kesadaran kita untuk tidak marah dan menghindari kemungkinan-kemungkinan terpancingnya kemarahan.
Setelah tadi kita membahas panjang lebar bagaimana cara mengendalikan amarah yang ada di dalam diri kita, lalu bagaimana cara kita menghadapi orang-orang yang pemarah?
  1.  Pahami apakah orang ini memang memiliki karakter yang mudah marah atau tidak. Jika memang itu sudah menjadi karakternya, maka kita bisa ketahui apa saja hal-hal yang bisa mudah memancing kemarahannya sehingga kita bisa menghindari hal-hal yang berpotensi meletupnya kemarahannya.
  2. Teori batu. Ketika batu dilempar kepada seseorang lalu batu itu mengenainya, maka batu itu kemudian akan mental. Nah, dalam penggambaran ini, semestinya tangkaplah batu itu agar tidak mental. Karena sesungguhnya orang yang sedang marah itu ingin agar kemarahannya diterima. Menghadapi orang yang sedang marah, jangan hadapi dengan kemarahan. Hadapi saja dengan sikap tenang dan dengarkan hingga ia berhenti sendiri dan reda kemarahannya.
  3. Kalau kita melihat orang yang pemarah, jadikanlah pelajaran. Bahwa seperti itulah buruknya kemarahan, dan saya tidak ingin buruk seperti dia.
  4. Jika kita ingin marah, ingatlah sesungguhnya marah akan menimbulkan rasa sakit hati. Ingat penggambaran paku yang dicabut sebagaimana sudah diulas di atas. Tidak mudah mengobati luka di hati.
  5. Jika kita menghadapi orang yang pemarah,  jadilah pemaaf. Jangan ladeni kemarahan dengan kemarahan. Kemuliaan akan Allah anugerahkan kepada orang-orang yang berlapang dada. Untuk menjadi orang yang berlapang dada, jadilah orang yang selalu rendah hati dan sadar bahwa segala sesuatu hanyalah titipan Allah Swt.. semata. Serta, kurangilah harapan kita terhadap orang lain untuk memenuhi keperluan pribadi kita. Semakin kita tidak berharap kepada orang lain, semakin kecil kemungkinan kita untuk sakit hati, dan semakin jauh pula kita dari rasa kecewa dan amarah.
Saudaraku, adalah mustahil kita berjumpa dengan orang yang sempurna. Sebaik apapun kita, pasti ada saja orang yang tidak suka kepada kita. Apabila ada orang yang tidak suka kepada kita, jangan sampai itu membuat kita jadi sengsara. Karena orang yang tidak suka kepada kita itu tidak membahayakan kita. Hal yang membahayakan adalah justru bila kita tidak suka kepada dia. Coba, yang membuat kita jadi gelisah adalah bukan karena penghinaan dia, tapi keinginan kita untuk dihormati.
Orang yang tidak suka dan sebel kepada kita itu adalah orang yang setia kepada kita. Siang malam dia memikirkan kita, ingat kepada kita. Kita sudah tidur, dia masih terjaga memikirkan diri kita. Kemana-mana dia pergi, kita dibicarakan. Kita ini diidolakan olehnya. Setiap dia membicarakan kejelekan kita atau menjelek-jelekkan kita, pahalanya sampai kepada kita, dan dosa kita dipikul oleh dia. Bukankah itu pengabdian tiada tara yang dia lakukan kepada kita?!
Kerugian itu adalah apabila kita sebel kepada orang lain. Waktu kita habis sia-sia, pikiran kita lelah, hati kita penat, dan dosa kita malah bertambah. Janganlah tiru keburukan dengan keburukan. Untuk apa kita berpendidikan, sekolah, belajar jika hanya untuk meniru keburukan yang orang lain lakukan.
Orang yang bisa bersikap tenang itu adalah orang lebih kuat dan menyegankan dibandingkan orang yang mudah marah besar. Semakin tenang seseorang, semakin bisa dia menahan amarah, semakin bisa dia tidak membalas marah dengan kemarahan, maka semakin jernih dan berwibawalah dirinya. Juga semakin dicintai dan semakin bermanfaatlah dirinya. Inilah berkah dari mengendalikan amarah.
Amarah adalah sikap yang negatif. Tetapi apabila amarah itu mendekatkan diri kita kepada Allah Swt., maka itu adalah amarah yang positif. Sebelum memeluk Islam, ‘Umar bin Khattab RA. adalah orang yang sangat temperamen dan keras. Tetapi setelah masuk Islam, sikapnya yang seperti demikian itu disesuaikan dengan ajaran Islam. Sehingga dampak yang terjadi sungguh sangat luar biasa terhadap perkembangan Islam itu sendiri.

 sumber :
http://sayapsakinah.com/mengedalikan-marah/
 http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/10/08/08/128853-adab-mengendalikan-amarah-menurut-islam
http://www.smstauhiid.com/jurus-mengendalikan-amarah/
http://www.lampuislam.blogspot.com/2013/10/9-tips-mengendalikan-amarah-dalam-islam.html





 

Cinta dan benci sewajarnya


Cinta Dan Benci Sewajarnya

Sore ini, sembari menikmati pergantian hari hingga datangnya rembulan, saya teringat pada sebuah hadist yang sudah lama dikaji, tapi terasa begitu relevan akhir-akhir ini.
Hadist tentang benci dan cinta. Pasti teman-teman juga sudah hapal di luar kepala. “Cintailah kekasihmu sewajarnya, karena bisa jadi suatu saat dia akan menjadi seorang yang engkau benci. Dan bencilah orang yang engkau benci sewajarnya saja karena bisa jadi suatu saat dia akan menjadi kekasihmu.” (H.R. Tirmidzi dan dishahihkan oleh syaikh Al Albani).
Kekasih, berarti seseorang (atau sesuatu) yang dicintai. Tabiat dari manusia memang ekstrim. Kecenderungannya bisa ke kanan, atau ke kiri. Dalam bahasa agama, kita mengenal istilah ifrath (lebay, berlebihan), atau tafrith (abai, mengingkari). Ya, berlebih-lebihan atau mengabaikan selalu menjadi pilihan yang sama-sama menyesatkan.
Terkadang, pilihan itu dipicu oleh kondisi. Misal, nih… saat kita sedang puasa, hari pun panas luar biasa, maka ketika waktu berbuka tiba, dengan ‘bernafsu’ kita pasti akan memilih menenggak segelas air es. Padahal, air hangat lebih bagus untuk tubuh kita. Kebalikannya, ketika kita sedang sangat kedinginan. Yang terbetik di benak kita adalah sesuatu yang panas.  Sama ketika kita membenci dan mencintai seseorang, saat kita mencintai seseorang (sesuatu), kita akan cenderung terbuai oleh kelebihan-kelebihannya. Sedangkan jika kita benci, maka kita akan cenderung terfokus pada kekurangan-kekurangan dan mengingkari segala kebaikan yang dimiliki sosok yang kita benci. Kita akan menggunakan segala cara untuk mengekspresikan kebencian kita.
Masalahnya, cinta dan benci itu tak menetap permanen di labirin hati. Apalagi, cinta dan benci kepada manusia. Pada prinsipnya, semua orang diciptakan dengan positif dan negatif. Jika kita terus-menerus mempelototi kebaikannya, lama-lama kebaikan itu akan habis, dan akhirnya dia akan melihat keburukannya. Demikian pula, jika kita terus-menerus menguliti keburukannya, lama-lama keburukan itu akan sirna, dan tinggallah kita yang tertegun-tegun karena yang kita lihat selanjutnya adalah kebaikan-kebaikan.
Kalau sudah begitu, malu, kan?
Karena itu, Rasulullah menekankan kata SEWAJARNYA. Ya, sewajarnya saja saat kita berinteraksi dengan manusia. Jangan ‘gumunan’, jangan kagetan, jangan terlalu lugu, jangan terlalu apriori… dan seterusnya, lanjutin sendiri ya.
Karena itu pula, dalam masalah hak dan kewajiban, kita tidak boleh menjadikan benci dan cinta sebagai ukuran. Allah SWT, dalam Al-Quran berfirman, “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap satu kaum, mendorong untuk kamu berbuat tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan“. (Al-Maidah: 8).
Salah satu cara berbuat adil, khususnya dalam masalah pemberitaan (termasuk citizen journalism lewat status-status kita di medsos), adalah cover both sides. Sudahkah kita berimbang dalam membuat opini?


sayapsakinah.com

Menikmati Perbedaan

butterflies-19339_640
Bayang-bayang telah melewati sepanjang badan. Matahari telah kian menjauh dari titik tengah langit ke ufuk barat, pertanda waktu asyar telah tiba. Saat itulah pasukan kaum muslimin yang masih berada di perjalanan menuju Perkampungan Bani Quraidzah mengalami perbedaan pendapat. Sebagian mengatakan, harus terus melanjutkan perjalanan, karena sebelum itu, Rasulullah memang telah berpesan agar mereka tak shalat ashar kecuali setelah sampai di Bani Quraidzah. Sementara itu, sebagian sahabat menganggap bahwa pesan Sang Nabi sebenarnya bermakna tersirat, yakni bahwa mereka harus melakukan perjalanan secara cepat, agar saat ashar tiba, mereka telah sampai di Perkampungan Bani Quraidzah. Maka, tatkala di perjalanan ternyata adzan ashar telah tiba, mereka pun mengambil air wudhu dan shalat asyar di perjalanan.
Bagaimana sikap Rasulullah SAW saat mendengar peristiwa tersebut? Ternyata Rasulullah membenarkan keduanya, dikatakan oleh Abdullah bin ‘Umar r.a. mengisahkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda pada peristiwa Ahzab: “Janganlah ada satu pun yang shalat ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.” Lalu ada di antara mereka mendapati waktu ashar di tengah jalan. Maka berkatalah sebagian mereka, “Kita tidak shalat sampai tiba di sana.” Yang lain mengatakan: “Bahkan kita shalat saat ini juga. Bukan itu yang beliau inginkan dari kita.” Kemudian hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW namun beliau tidak mencela salah satunya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitulah Sang Insan Utama bersikap saat menghadapi sebuah perbedaan yang disebabkan karena penafsiran yang beragam. Beliau sangat memahami, mustahil jika manusia memiliki satu pola pikir yang sama, sementara Allah SWT sendiri telah menciptakan manusia dengan keunikannya masing-masing. Bahkan dua manusia yang terlahir kembar identik pun, ternyata memiliki DNA yang berbeda, yang menyebabkan mereka memiliki sifat yang berbeda. Manusia jumlah sel otak mencapai ratusan milyar, sedangkan Islam menganjurkan kita untuk selalu mengoptimalkan otak kita. Jadi, jika semua manusia mengoptimalkan ratusan milyar sel otak di kepalanya, pasti akan muncul pemikiran yang beraneka ragam pula. Menyeragamkan pola pikir adalah upaya pengkerdilkan daya pikir manusia itu sendiri. Karena itulah, Al-Islam sangat menghargai proses bersungguh-sungguh menggunakan pikiran untuk memecahkan sebuah persoalan—atau yang biasa kita kenal dengan istilah ijtihad. Di dalam ijtihad, saat benar, pahalanya dua, dan saat salah, masih mendapatkan satu pahala.
Sayang sekali, dalam tataran praktik, kita sering melihat perbedaan itu justru memunculkan perpecahan.
Bagaimana agar perbedaan itu tidak menimbulkan perpecahan? Salah satunya adalah Silaturahmi untuk tujuan saling mengenal dan memahami beragam karakter sebagaimana firman-Nya, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal…” (QS. Al-Hujurat: 13). Karena tak kenal, maka tak sayang.  Maka perbanyaklah silaturahmi.



sayapsakinah.com