ketulusan seorang ibu

Sabtu, 23 Mei 2015

milk fever dan senyawa anti nutrisi

I.                   PENDAHULUAN

Kesehatan hewan ternak merupakan suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang kandungannya secara fisiologis fungsi normal. Program kesehatan ternak dapat mencangkup keseluruhan kandang dan ternaknya, yang mana semuanya saling terkait dalam proses manajemen pemeliharaan. Hal ini membuktikan bahwa usaha peternakan sangat tergantung dengan kesehatan hewan ternak yang dibudidayakan. 
Hakekatnya program kesehatan ternak bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan yang baik, sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Program kesehatan ternak dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit atau pengobatan pada ternak yang sakit. Usaha pencegahan penyakit dinilai lebih penting dibandingkan dengan pengobatan pada ternak yang sakit.
Salah satu penyakit metabolik yang sering di alami oleh sapi perah adalah radang susu ( milk fever) atau paresis puerpuralis atau penyakit kelumpuhan. Penyakit  ini banyak menyerang sapi perah pada saat 48-72 jam setelah melahirkan, pada masa laktasi  ketiga atau pada sapi yang sudah tua dan produksi susunya tinggi. Penyebab penyakit ini , yaitu kadar kalsium darah rendah atau hipokalsemia pada saat  sapi melahirkan. Hipokalsemia terutama terjadi  awal laktasi karena tingginya kebutuhan kalsium yang sebanding dengan jumlah susu yang diproduksi. Penyakit ini  ditandai dengan kelumpuhan atau sapi tidak mampu berdiri pada periode tiga hari setelah melahirkan.
Anti nutrisi merupakan zat yang dapat menghambat, pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, tingkah laku atau penyebaran populasi organisme lain (allelochemic).   Terdapatnya anti nutrisi pada tanaman umumnya terjadi karena faktor dalam (intrinsic factor) yaitu suatu keadaan dimana tanaman tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut dalam organ tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, saponin dan  lain-lain adalah beberapa contohnya. Faktor lain adalah faktor luar (environment factor), yaitu keadaan dimana secara genetik tanaman tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak, zat yang tidak diinginkan mungkin masuk dalam organ tubuhnya.
II. ISI
A.    MILK FEVER

1.Pengertian Penyakit
Salah satu penyakit metabolik yang sering di alami oleh sapi perah adalah radang susu ( milk fever) atau paresis puerpuralis atau penyakit kelumpuhan. Penyakit  ini banyak menyerang sapi perah pada saat 48-72 jam setelah melahirkan, pada masa laktasi  ketiga atau pada sapi yang sudah tua dan produksi susunya tinggi. Penyebab penyakit ini , yaitu kadar kalsium darah rendah atau hipokalsemia pada saat  sapi melahirkan. Hipokalsemia terutama terjadi  awal laktasi karena tingginya kebutuhan kalsium yang sebanding dengan jumlah susu yang diproduksi. Penyakit ini  ditandai dengan kelumpuhan atau sapi tidak mampu berdiri pada periode tiga hari setelah melahirkan (Adiarto, 2012).

            2 . Etiologi Penyakit
Pada awal laktasi sapi membutuhkan kalsium tinggi sesuai dengan produksinya. Oleh karena itu, jika kalsium dalam pakan tidak mencukupi, kalsium tulang akan dibongkar  untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Karena kesalahan  manajemen pengeringan,  sering menyebabkan  pembongkaran kalsium tulang tidak dapat  dilakukan dengan sempurna (Adiarto, 2012).  Ada beberapa Faktor yang bertanggung jawab dari  hipokalsemia yang di mana tingkat kalsium dalam darah jatuh.  Dalam Sapi betina  yang sedang berproduksi tinggi segera  setelah proses kelahiran, tingkat kalsium berjalan begiu banyak turun. Bahwa  hewan menjadi pingsan ( tak sadar)  dan mati jika  perawatan  tidak diberikan.  Tingkat Kalsium dan terkadang Phospor di dalam darah menurun (Ranjhan,1997).
Sebagian besar  karena terjadi defisiensi kalsium secara akut, biasanya terjadi pada saat produksi kolostrum karena banyak mengandung Ca. Sehingga  terdapat kondisi  sapi memerlukan sejumlah Ca, oleh karena itu sebaiknya  pada saat menjelang partus ditambahkan Ca dalam pakan.
Gejala yang dapat diamati:
1.      Pada sapi  perah terjadi setelah  12-72 jam pasca melahirkan.
2.      Gejala depresi atau menghentak-hentakkan kaki sangat mungkin terjadi.
3.      Musculus tubuhnya terlihat bergerak-gerak sendiri.
4.      Seringkali terjadi kelumpuhan (ambruk) dan terlihat lemah.
5.      Pandangan mata sayu terlihat dehidrasi
6.      Dapat terjadi sayu pada kasus yang berat
Pencegahan:
1.      Usahakan jangan diperah habis beberapa hari post partum.
2.      Tambahkan diet ransum yang mencukupi, terutama tambahan  tepung tulang dan tmbahan vitamin D.
Kejadian terbanyak kasus milk fever  terjadi pada  48-72 jam setelah induk sapi perah melahirkan  terutama  di atas paritas 3,  dengan umur 4 tahun dan pada saat produksi tinggi (lebih dari 10 liter). Tetapi tidak  berarti sapi perah dengan produksi susu kurang dari 10 liter dan umur lebih muda selalu terhindar Milk fever. Sifat yang lain adalah  ternyata pada induk yang pernah menderita, akan mendapat ancaman 3-4 kali lebih tinggi dari sapi  yang tidak pernah  menderita Milk Fever. Penyebab kekurangan  Ca pada Milk fever  antara lain: jumlah mineral, Ca dan P (Phospor) dalam pakan berlebihan, akibatnya akan menurunkan jumlah vitamin D yang berpengaruh pada  jumlah Calsium (Ca) dalam Darah.
1. Menurunnya absorpsi Ca  dari usus dan mobilisasi  mineral tersebut dari tulang merupakan akibat dari kerja Hormon estrogen dan steroid kelenjar adrenal.
2. Ca dan P dari dalam darah berpindah  ke Colostrum dalam jumlah tinggi pada saat sapi menjelang melahirkan.
3.      Efek dari Hormon tirokalsitonin. Hormon ini berfungsi  untuk mengatur mukosa sel-sel usus dalam menyerap  dan mengatur Ca dalam darah, dalam jumlah kecil.
4.      Nafsu makan sapi menurun  seringkali  biasa terjadi pada 8-16 jam menjelang melahirkan, sebagai akibatnya ketersediaan kalsium yang  siap diserap juga menurun.
5.      Metabolisme Ca dapat meningkatkan Ca ke Colostrum. Calsium yang  ada dalam darah adalah 9-12 mg/100 ml, sedangkan  setiap kg air susu mengandung Calsium 1,2-1,4 gram. Jika sekresi susu mendekati 2 kg, maka semua Ca yang terdapat dalam darah akan digunakan, padahal jumlah Calsium darah tidak boleh kurang dari 5 mg/ 100 ml serum. Akibatnya sapi akan terkena Milk Fever.
6.      Umur sapi berpengaruh pada intensitas kejadian, misalnya pada sapi-sapi yang sudah tua, penyerapan Ca akan mengalami penurunan.
7.      Ketidakseimbangan Komposisi Ca dan P pada pakan, tidak memenuhi perbandingan ideal  yaitu Ca:P = 2:1.
( Trisunuwati, 2011)
3. Pengobatan
Milk fever  harus diobati agar kadar  kalsium darah normal kembali sesegera mungkin. Pengobatan yang bisa dilakukan , yakni dengan Injeksi Kalsium Glukonat  untuk memperbaiki  kondisi (Ranjhan,1997) dan penyuntikan  kalsium boroglukonat 500-800 ml, 250 ml secara intravenous atau disuntikkan langsung  ke  dalam peredaran darah ,sisanya di suntikkan ke subcutan  atau di suntikan di bawah kulit (Adiarto, 2012). Menurut (Tilman,1986), Penggunaan  1,25- dehidroksi vitamin D  efektif  dalam pengobatan penyakit ini. Disamping itu, kadar Ca dalam darah dapat dinaikan sementara dengan injeksi intravena larutan Ca glukonat serta  pemmeberian suplemen fosfor sebelum kelahiran  banyak digunakan untuk mencegah  parturient paresis atau nama lain Milk Fever ( paresis puerpuralis)
B.     SENYAWA ANTI NUTRISI

1.      Pengertian anti nutrisi

Anti nutrisi merupakan zat yang dapat menghambat, pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, tingkah laku atau penyebaran populasi organisme lain (allelochemic). Terdapatnya anti nutrisi pada tanaman umumnya terjadi karena faktor dalam (intrinsic factor) yaitu suatu keadaan dimana tanaman tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut dalam organ tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, saponin dan lain-lain adalah beberapa contohnya.   Faktor lain adalah faktor luar (environment factor), yaitu keaadaan dimana secara genetik tanaman tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang berlebihan atau mendesak, zat yang tidak diinginkan mungkin masuk dalam organ tubuhnya. Contohnya adalah terdapatnya Se berlebihan pada tanaman yang mampu mengakumulasi Se dalam bentuk proteinnya misalnya pada Astragalus sp.  Juga unsur radioaktif yang masuk dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit sebagai unsur-unsur berbahaya.
Macam- macam senyawa anti nutrisi meliputi: 

1.      Cyanogenic glycoside (Cyanogen)
Cyanogenic glycoside, cyanoglycosida atau cyanogen adalah senyawa yang apabila diperlakukan asam dan diikuti dengan hidrolisis oleh enzim tertentu akan melepaskan hydrogen cyanida (HCN). Cyanoglycosida terdapat lebih dari 2000 spesies tanaman. Singkong (cassava) adalah hasil panen utama yang mengandung cyanogen dalam jumlah tinggi.
Senyawa-senyawa yang mengandung gugus sianat (-CºN) dapat tergolong ke dalam nitril (R-CºN) atau siano hidrin (R-C(OH)CºN).  Senyawa-senyawa ini dapat diperoleh dengan mereaksikan alkil dehida dengan gugus CH sebagai nukleophil atau aldehid serta keton dengan gugus CN dan asamnya.  Bila senyawa tersebut mengandung glikosida atau glukosa maka dapat disebut glikosida sianogenik atau glukosida sianogenik.  Sejauh ini glikosida sianogenik dalam tanaman derajad tinggi


Bagi tanaman, senyawa ini diperlukan dalam mekanisme pertahanan diri terhadap predator dan dalam proses metabolisme untuk membentuk protein dan karbohidrat.  Umumnya senyawa tersebut disintesis dari asam amino yang merupakan homolognya. 
            Klasifikasi glikosida sianogenik berdasar pada asam amino dari gugus R1 ditunjukkan pada Tabel 1.
            Gagasan-gagasan mengenai pola umum biosintesis glikosida sianogenik berkembang cepat setelah diketemukan bahwa asam-asam amino adalah prekursor dari glikosida sianogenik dan studi isotop radioaktif 14C15N menunjukkan bahwa ikatan karbon nitrogen pada asam amino menjadikan penggabungan yang lengkap.  Jalur biosintesis glikosida sianogenik dimulai dari asam amino yang diubah ke dalam bentuk aldoxime, kemudian terbentuk menjadi sianohidrin yang sebelumnya melalui (dapat dua cara) pembentukan nitril atau hidroksi aldomin.  Sianohidrin dikatalis oleh b-glikosil-transferase menjadi  glikosida  sianogenik.    Pada  tanaman  yang  tumbuh tanpa kerusakan, glikosida  sianogenik  dimetabolisme  menjadi  asam  amino,  tetapi apabila tanaman tersebut luka atau dipotong maka glikosida sianogenik akan terdegradasi dan akan membebaskan asam sianida.   Tahap  pertama  proses degradasi (katabolisme) adalah pelepasan gula dan terbentuk sianohidrin oleh enzim b-Dglukosidase.  Sianohidrin dapat memisahkan diri menjadi aldehida atau keton dan asam sianida dengan enzim oxynitrilase atau hydroksi nitrilase.

Tabel 1.  Glikosida sianogenik pada beberapa tanaman
Glikosida
Gula
Struktur
Asal asam amino
Pada tanaman

Linamarin

Glukosa

1

Valin

Linum usitatissimum
Phasealus lunatus
Manihot esculenta
Lotaustralin
Glukosa
2
Isoleusin
Trifolium repens
Lotus sp.
Akasipetalin
Glukosa
3
Leusin
Acacia sp. (Shout African)
Prunasin
Glukosa
4
Fenilalanin
Rosaceae
Sambunigrin
Glukosa
5
Fenilalanin
Sambucus sp.
Acacia sp. (Australia)
Prulaurasin
Glukosa
6
Fenilalanin
Prunus sp.
Amygdalin
Gentibiose
7
Fenilalanin
Rosaceae
Vicianin
Vicianose
8
Fenilalanin
Vicia sp.
Dhurrin
Glukosa
9
Tirosin
Sorghum sp.
Taxiphyllin
Glukosa
10
Tirosin
Taxus sp.






Emulsin, suatu sistem enzim yang didapat pada biji almond (Prunus amygladus, Rosaceae) akan mengkatalisis baik hidrolisis gula maupun pembentukan asam sianida.  Pada amigladin, gentibiosa mula-mula terhidrolisis menjadi glukosa (membentuk prunasin), kemudian molekul glukosa kedua lepas.  Emulsin spesifik untuk glikosida sianogenik aromatik,  sedangkan  linammarinase (glukosidase)  yang terdapat pada biji flax, white clover dan ubi kayu akan mengkatalisa hidrolisis baik glikosida alifatik maupun  aromatik tapi tidak mengkatalisis diglukosida. 
               Pengolahan singkong secara tradisional yaitu umbi dipotong-potong dibawah air mengalir untuk mencuci cyanogen. Alternatif lain yaitu umbi singkong  dipotong-potong, dihancurkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai HCN menguap. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastro intestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN-) berikatan dengan Fe heme dan beraksi dengan ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk komplek stabil dan menahan jalur pernafasan. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam system transport electron dan terjadi kematian akibat hypoxia seluler.
Beberapa cara mengurangi cyanogenic glycoside yaitu :
a.       Proses pembuatan pati menghilangkan cyanogen.
  1. Pencacahan, dikeringkan atau sebelumnya disimpan lebih dulu dalam keadaan basah bisa mengurangi 2/3 cyanogen dari segar.

1.      Saponin

Saponin adalah suatu senyawa glikosida yang terdapat di dalam berbagi tanaman hijauan. Saponin termasuk zat antinutrisi dalam kelas streroid dan terpenes. Saponin dapat ditemui di dalam beberapa daun leguminosa pohon seperti turi, jayanti, kembang sepatu, jarak pagar atau kacang-kacangan maupun limbah ekstraksi minyak (bungkil biji jarak pagar) dan tanaman yang lain (Wiseman and Cole,1990).
Berdasarkan jenis sapogeninnya, saponin dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu saponin triterpenoid, saponin steroid dan saponin steroid alkaloid. Penyebaran saponin bergantung pada jenis saponin. Beberapa saponin steroid paling banyak ditemukan dalam famili Liliaceae, Amaryllidaceae, dan Dioscoreaceae (Robinson, 1995). Triterpena glikosida paling banyak ditemukan pada Magnoliatae dengan famili Araliaceae, Caryophilaceae, Leguminosae, Polygalaceae, Primlaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae (Dey dan Harbone, 1991). Mayoritas saponin yang terdapat di alam terutama pada tumbuhan merupakan jenis saponin triterpena.
Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi (Prihatman, 2001). 
               Pada tenak ruminansia, saponin berpotensi sebagai agen defaunasi dalam manipulasi proses fermentasi di dalam rumen. Penggunaan saponin yang ditambahkan ke dalam ransum dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau keseluruhan (Wiseman and Cole, 1990).
               Efek defaunasi sangat dipengaruhi oleh situasi pakan, ternak dan mikroba rumen. Menurut Valdes et al. (1986), suplementasi saponin dalam ransum sapi perah akan mengurangi jumlah protozoa dan meningkatkan jumlah bakteri dan kecernaan ADF (Acid Detergen Fiber). Selanjutnya dkatakan pula bahwa kecernaan N makanan cenderung sangat rendah pada konsentrasi saponin sangat tinggi. Penggunaan kembang sepatu ini diharapkan tidak membunuh protozoa secara total, akan tetapi mengeliminasi secara parsial.   
               Sebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak seperti alfalfa, bunga matahari, kedelai, kacang tanah . Saponin umumnya mempunyai karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik dan sifat membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol.
   Saponin mempunyai efek menurunkan konsumsi ransum karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mucosa dan saluran pencernaan. Pada anak ayam yang diberi 0,9 % triterpenoid saponin bisa menurunkan konsumsi ransum, menurunkan pertambahan berat badan, menurunkan kecernaan lemak, meningkatkan ekskresi cholesterol dan menurunkan absorpsi vitamin A dan D.
1.      Tannin
Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Dengan berat molekul antara 500-3000 dapat mengendapkan protein dari larutan. Secara kimia tannin sangat komplek dan biasanya dibagi kedalam dua grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume tropika seperti Acacia Spp.
Condensed tannin atau tannin terkondensasi paling banyak menyebar di tanaman dan dianggap sebagai tannin tanaman. Sebagian besar biji legume mengandung tannin terkondensasi terutama pada testanya. Warna testa makin gelap menandakan kandungan tannin makain tinggi.
Kandungan tannin pada varietas sorgum tannin tinggi sebesar 2,7 dan 10,2 % catechin equivalent. Dari 24 varietas sorgum kandungan tannin berkisar dari 0,05-3,67 % (catechin equivalent). Kandungan tannin sorgum sering dihubungkan dengan warna kulit luar yang gelap. Tanin sudah lama dikenal dan sejak dahulu digunakan untuk memproses kulit hewan (Cheeke&Shull, 1979). Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan cuaca.
Menurut Hagerman & Robins (1993), mamalia yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan tinin yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya tingkat kecernaan bahan kering dan protein, mengurangi berat badan serta menghambat reproduksi.
Menurut Swain (1965); Djiwadi et. al (1987), efek yang negative itu terjadi karena tannin akan membentuk ikatan konpleks yang tidak larut dalam air, menyebabkan kekeruhan, pengendapan serta menghambat aktifitas enzim.
Tannin merupakan senyawa polifenolik dengan bobot molekul yang tinggi dan mempunyai kemampuan mengikat protein. Tannin terdiri dari katekin, leukoantosiannin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dengan protein dalam proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin dengan berat molekul yang sedang, sedangkan katekin dengan berat molekul yang rendah ditemukan pada buah-buahan dan sayuran.  Katekin dan epikatekin saling merupakan isomer, yaitu pada katekin, hidroksil-hidroksil pada cincin benzena berbentuk trans, sedangkan pada epikatekin berbentuk cis.  Tannin tidak dapat mengkristal berbentuk senyawa koloid.  Tannin disebut juga asam tanat dan asam galotanat.  Tannin mulai tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat.  Asam tanat yang dibeli di pasaran mempunyai bobot molekul 1.701 dan kemungkinan besar terdiri dari pengambilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa.  Tannin terdiri dari dua kelompok, yaitu condensed tannin dan hydrolizable tannin.    Kelompok condensed tannin merupakan tipe tannin yang terkondensasi, tahan terhadap degradasi enzim, tahan terhadap hidrolisa asam, dimetilasi dengan penambahan metionin, sering kompleks susunannya dan banyak dijumpai dalam biji-bijian sorghum. Hydrolisable tannin mudah terhidrolisis oleh asam-asam alkali serta enzim, menghasilkan glukosa dan asam aromatik yaitu asam galat dan asam ellagat, terdiri dari residu gula-gula. Hydrolizable tannin disebut sering juga dengan asam galat karena merupakan senyawa karbohidrat yang terdiri dari molekul glukosa dan 10 asam galat. 
Istilah tannin diperoleh dari penggunaan mengekstrak (menyadap) tumbuhan (pohon hidup) pada bagian kulitnya, terutama warna kulit.  Letak tannin dalam bijian tumbuhan biasanya terdapat pada bagian pericarp, testa, dan juga pada germnya.  Bahan pakan yang mengandung tannin antara lain adalah biji sorghum,  biji bunga matahari, biji kapas, kacang tanah, biji lobak, kecipir, alfalfa, delima, lamtoro dan masih banyak lagi tumbuhan yang mengandung tannin.
Sistem metabolisme dalam tumbuhan penghasil tannin adalah adanya ikatan hidrogen yang terbentuk antara hidroksi fenol dan kelompok peptida yang terjadi pada selaput kolagen menjadi bentuk ikatan silang antara rantai protein yang saling berdekatan.  Oksidasi fenol dalam tannin menjadi quinon memberikan kenaikan ikatan kovalen dengan epsilon asam-asam amino yaitu lisin dan arginin yang selanjutnya dapat meningkatkan daya tahan kulit, tahan terhadap aksi bakteri, panas dan abrasi.  Hal tersebut menyebabkan pakan yang mengandung tannin memiliki daya cerna dan palatabilitas yang rendah.
Tannin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tannin mengandung sejumlah kelompok fungsional ikatan yang kuat dengan molekul protein dan menghasilkan ikatan silang yang besar dan kompleks yaitu protein-tannin.  Terdapat tiga mekanisme reaksi antara tannin dengan protein sehingga terjadi ikatan yang cukup kuat antara keduanya, yaitu :
a.       Ikatan hidrogen dengan gugus OH pada tannin dan gugus reseptornya.  Misalnya antara NH dengan OH pada protein.
b.      Ikatan ion antara gugus anion pada tannin dengan gugus kation pada protein.
c.       Ikatan cabang kovalen antara quinon dan bermacam-macam gugus reaktif pada protein
Ikatan diatas menyebabkan tannin akan segera mengikat protein pakan dalam saluran pencernaan dan menyebabkan pakan menjadi sulit dicerna oleh enzim-enzim pencernaan.  Interaksi tannin dengan protein dalam ludah (saliva) dan glikoprotein dalam mulut menyebabkan rasa mengkerut (menyempit) pada mulut.
Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam ransum yaitu dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen pengikat tannin, yaitu gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan polyethyleneglycol yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain itu kandungan tannin pada bahan pakan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan kulit luar biji.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan pengaruh tannin adalah dengan perendaman dalam air, perendaman dalam larutan alkali, cara mekanis dan suplementasi donor methil.  Perendaman dengan air dapat dilakukan dengan air suling dengan suhu 30oC selama 24 jam, yang dapat menurunkan kadar tannin sebanyak 31 persen.   Perendaman dengan larutan alkali dapat dilakukan dengan larutan NaOH dan KOH 0,05M pada suhu 30oC selama 24 jam, yang dapat menurunkan kadar tannin sebanyak 75 sampai dengan 85 persen.  Larutan alkali yang paling efektif untuk menetralisasi tannin adalah larutan kapur (CaO) 1 persen selama 10 menit.  Larutan CaO akan membentuk Ca(OH)2 dalam air, sehingga senyawa polifenol diduga akan diikat oleh ion Ca2++ dengan ikatan ionik, pertukaran ion atau mengalami penguraian.  Larutan alkali lain yang dapat digunakan antara lain adalah K2CO3, NH4OH dan NaHCO4.  Pengurangan tannin dengan cara mekanis dapat dilakukan dengan penyosohan dengan mengupas pericarp pada sorghum.  Apabila pakan yang mengandung tannin terlanjur dikonsumsi oleg ternak dapat diberikan tambahan donor methil, seperti metionin, kholin, arginin dalam bentuk murni.  Donor methil berfungsi sebagai detoksifikasi tannin karena mengandunng gugus methil labil yang dapat ditransfer dalam tubuh serta menyebabkan metilasi asam galat hasil hidrolisis tannin.

2.      Gossypol
Gosipol adalah salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman kapas (Gossypium hirsutum). Gosipol  merupakan senyawa  fenolik-terpenoid (Nomeir dan Abou-Donia, 1982) yang terdapat dalam kelenjar pada biji bermacam-macam kultivar tanaman kapas komersil (Schmidt dan Wells, 1990). Pada awalnya gosipol diketahui sebagai senyawa toksik yang mempengaruhi ternak non ruminansia (Tangendjaja, 1987), kemudian diketahui bahwa gosipol memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai anti fertilitas pada pria dan wanita, anti kanker, menghambat pertumbuhan organisme parasit, anti virus (Jagt, et al., 2000) dan agen kontrasepsi pada pria (Gu et al., 2000). Heinstein (1985) menyebutkan bahwa kultur jaringan tumbuhan dapat digunakan sebagai metoda alternatif untuk memproduksi gosipol.         
         Penggunaan bungkil biji kapuk (Cottonseed meal) pada hewan monogastrik dibatasi oleh kandungan serat kasar dan senyawa toksik yaitu tannin dan gossypol yaitu pigmen polyphenolic kuning. Konsentrasi gossypol dalam biji bervariasi diantara spesies kapuk dan antara cultivarnya berkisar 0,3 dan 3,4 %. Gossypol ditemukan dalam bentuk bebas, bentuk beracun dan bentuk ikatan yang tidak toksik. Metode pengolahan biji kapuk menentukan kandungan gosipol bebas.
         Biji kapas memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (22%), penghasil energy tinggi (TDN 96%), kaya akan lemak (17%), serta mengandung karbohidrat dan vitamin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi. Oleh sebab itu, biji kapas dapat menggantikan fungsi kedelai sebagai sumber protein pada pakan ternak.
         Namun, pada percubaan yang dilakukan pada sapi, hasilnya kurang begitu baik. Dari 54 ekor sapi yang diberi pakan tambahan biji kapas berkadar tinggi, 24 diantaranya menunjukkan gejala berkurangnya nafsu makan, tubuh yang melemah, diare, serta munurunnya tingkat pertumbuhan.
         Efek negative ini disebabkan oleh radikal bebas yang dihasilkan oleh Gosipol (Fornes dkk, 1993). Senyawa Gosipol ditemukan pertama kali pada tahun 1899. Nama gospol adalah singkatan dari Gossypium fenol. Gosipol merupakan senyawa fenol berwarna kuning yang sangat rektif, umumnya terdapat dalam biji-bijian seperti biji kapas (Gossypium spp.), biji kapuk, ataupun biji okra, selain itu terdapat pula pada bagian lain dari tanaman seperti batang, daun, benang sari dan kulit kapas.
         Bungkil biji kapas umumnya mengandung gosipol kurang lebil 0,517 %. Gosipol dapat menimbulkan peradangan pada hati,usus halus dan lambung pada berbagai spesies hewan, termasuk sapi.
         Percobaan pada sapi jantan membuktikan bahwa Gosipol dapat mengganggu proses spermatogenesis,kurangnya libido sampai terjadi kemandulan (Velasquez-Pereira dkk, 1998).
         Pada sapi perah betina, dengan pemberian pakan mengandung 42,7 g gosipol bebas/ekor/hari mengurangi kadar hemoglobin dalam darah,fragilitas meningkatkan osmotic eritrosit, bahkan kematian (Lindser dkk, 1980).
         Bila ternak sapi dikultur dengan 5-10 µg/mL Gosipol, terbukti menghambat pematangan kultur oosit sapi (Lin dkk, 1994) serta mengurangi perkembangan embrio sapi (Brocas dkk, 1997).
         Ternak yang tergolong ruminansia seperti sapi memiliki daya tahan lebih terhadap toksisitas gosipol dibandingkan dengan hewan yang memiliki lambung tuggal (monogaster) seperti pada mencit, karena mikroorganisme pada rumen ruminansia dapat mengikat gosipol sehingga tidak diserap oleh usus.
         Namun, bila biji kapas diberikan dalam takaran yang benar, yaitu tidak lebih dari 15% atau 2,5 lb per hari untuk setiap ekor sapi yang sedang dalam masa pertumbuhan, efek racunnya berkurang. Diketahui pula, gosipol juga menghambat aktifitas beberapa enzim pencernaan termasuk pepsinogen, yang akan mengurangi manfaat kandungan protein pada biji kapas.
         Konsentrasi gosipol di dalam biji kapuk bervariasi tergantung pada spesiesnya. Tetapi umurnya berkisar antara 0,3 dan 3,4 %, yang terdiri dari Gosipol bebas dan Gosipol terikat. Dari 2 jenis tersebut, gosipol bebas yang paling berbahaya karena bersifat racun.
         Dengan metode tertentu, gosipol dapat dikurangi. Dengan mengolah biji kapas menggunakan ekstrak pelarut, yaitu campuran azeoptropic hexane, aseton dan air (44:53:5), kandungan gosipol bebas yang tersisa hanya berkisar antara 0,1-0,5%.
         Sedangkan dengan proses expeller (meng-ekstrasi minyak yang terkandung di dalam biji kapuk). Kandungan gossypol bebas kira-kira hanya 0,05 %.metode ini secara tidak langsung juga menghasilkan kualitas protein yang tinggi.
         Selain itu, penambahan garam besi (ferric sulphat), juga bermanfaat mengurangi kasus keracunan pada ternak sapi.
         Bila ditambahkan dalam makanan yang mengandung gasipol ataupun diberikan kedalam air minum, besi mempunyai sifat detoksinasi, karena preparat Fe membuat gosipol menjadi tidak larut.
         Dosis yang dapat ditambahkan adalah Fe : Gosipol = 1:1. Dosis yang lebih rendah mengurangi efek penurunan berat badan, tetapi tidak dapat mencegah keracunan. Sedangkan dosis Fe yang terlalu tinggi sampai 3.200 mg Fe/kg makanan justru merugikan, walaupun dapat mencegah keracunan, dosis tersebut mengurangi berat badan sapi. Akan tetapi, jika yang ditambahkan hanya preparat Fe saja, tidak dapat menghilangkan gosipol yang telah terdeposit ke dalam organ hati.
         Cara lain mencegah keracunan gosipol adalah dengan proses ekstraksi lemak secara mekanis. Proses ini akan lebih baik jika biji kapas dipanasi (dengan uap panas) terlebih dahulu sambil diperas atau dipres. Panas tersebut akan memecah kelenjar resin dimana gosipol tersebut tersimpan. Dengan pecahnya kelenjar tersebut, gosipol akan keluar bersama lemak atau minyak dan menyebar bercampur dengan protein biji. Prosesing tersebut tidak hanya menurunkan daya guna lisin tapi juga valin, treonin, leusin dan methionin.
         Kandungan protein yang tinggi pada pakan sapi juga dapat mencegah pengaruh merugikan dari gossypol.karena gosipol akan segera membentuk ikatan kompleks yang sulit dicerna oleh enzim-enzim protease, sehingga gosipol tidak terserap oleh tubuh.
         Penambahan vitamin E yang bertindak sebagai zat penghambat radikal bebas, terbukti pula dapat mencegah dampak negative gosipol. Pada sapi potong dara yang diberi vitamin E pada perlakuan superovulasi, dapt mengurangi efek negative gosipol terhadap espon superovulasi dan perkembanhan embrio, meskipun konsentrasi gosipol dalam endometrium uterus cukup tinggi (Valasquez-Pereira dkk, 2002).



3.      Mimosin
                  Mimosin merupakan senyawa asam amin heterosiklik, yaitu asam amino yang mempunyai rantai karbon melingkar dengan gugus berbeda. Dalam hal ini yang mempunyai gugus keton dan hidroksil pada inti pirimidinya, yang diketahui bersifat toxic. Mimosin sering disebut leusenina, dengan rumus molekul C8H10O4N2. Dilihat dari strukturnya mimosin merupakan turunan dari protein , hal ini dicirikan oleh adanya unsur N pada strukturnya. Sebab hal yang membedakan antara protein dengan karbohodrat dan lemak secara struktural adalah adanya unsur N.
Secara struktural mimosin hampir sama dengan tyrosin , tapi berbeda pada fungsinya. yaitu merupakan zat anti nutrisi ysng berada pada salah satu bahan pakan, dimana zat tersebut apabila dikonsumsi oleh ternak dapat menyebabkan penurunan penampilan hewan ternak tersebut. Bahkan pada salah satu zat ani nutrisi lain dapat menyebabkan kematian. Sedangkan tyrosin merupakan hormon yang berfungsi sebagai pencegah gondok. 
 Mimosin banyak ditemukan pada tanaman famili leguminosa , yang terutama pada tanaman lamtoro atau petai (Leucena Leucoceaphala). Pada bagian biji sebanyak 1 - 4%, jiga terdapat pada bagian daun dan batang. Terdapat pula pada tanaman liar berbentuk perdu yaitu putri malu (Mimosa Pudica) juga famili legeuminosa yang dikenal sebagai tanaman semak belukar. Dimana tanaman tersebut diketahui banyak mengandung protein dan sangat bagus digunakan sebagai pakan ikan. Diketahui pada tanaman tersebut mempunyai palatabilitas yang tinggi, pertumbuhannya cepat, mudah tumbuh dan mempunyai kandungan protein mencapai 25 – 30%, dan merupakan tumbuham yang hidup subur pada daerah tropis.
Sistem metabolisme mimosin dalam tumbuhan adalah sesuai dengan sistem metabolisme protein yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut (lamtoro). Atau dengan kata lain mimosin terkandung dalam protein dalam daun maupun dalm biji lamtoro.  Penelitian mendalam mengenai senyawa ini belum banyak dilakukan, beberapa ahli mendapatkan  gejala keracunan. Menurut beberapa penelitian deangan memberikan makanan pada percobaan tikus sebanyak 1% mimosin akan menyebabkan gajala toxic dengan terjadinya alopecia, penghambatan pertumbuhan dan gejala memperpendak umur tikus. Percobaan lain menyatakan dengan esktrak lamtoro pada makanan tikus ternyata menyebabkan kerusakan pada  folikel rambut, sehingga merusak rambut bersangkutan. Ternyata beberapa pengamat mensinyalir adanya gejala rontok rambut pada manusia bila makan bahan senyawa ini.

1.      Protease Inhibitor
               Protease inhibitor adalah senyawa yang bisa menghambat trypsin dan chymotripsin dan umumnya pada tanaman mengandung konsentrasi yang rendah kecuali kedelai. Kedelai cenderung mengandung protease inhibitor tinggi dan pada cereal lainnya rendah. Memakan kedelai mentah mengakibatkan meningkatnya berat pankreas.
               Penghambatan aktivitas trypsin berpengaruh pada pencernaan protein, karena tripsin adalah activator dari semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas yaitu zymogen termasuk trypsinogen, chymotripsinogen, proelastase dan carboxypeptidase. Pengaruh utama dari tripsin inhibitor bukan menggangu pencernaaan protein tetapi sekresi berlebihan dari pankreas.
               Cholecystokinin adalah peptide yang merangsang sekresi enzim pankreas dikeluarkan oleh bagian proximal usus halus yang dikontrol oleh aktivitas  umpan balik negatif. Meningkatnya kadar tripsin di lumen usus akan menurunkan sekresi cholecystokinin. Sekresi cholecystokinin oleh mucosa usus karena adanya monitor peptide yaitu sebuah peptide yang disekresikan kedalam getah pankreas.
               Apabila pencernaan protein selesai maka monitor peptide dirusak oleh trypsin dan sekresi cholecystokinin berhenti. Adanya inhibitor trypsin dalam ransum, pankreas secara terus menerus merangsang cholecystokinin sebab monitor peptide tidak dirusak oleh trypsin. Kelebihan rangsangan ini menyebabkan terjadi hyperthrophy dan hyperplasia dari pankreas yang terlihat dari berat pankreas meningkat.
               Protease inhibitor mudah dinetralkan dengan pemanasan. Kerusakan ini tergantung dari suhu, waktu pemanasan, ukuran partikel dan kandungan air. Pengolahan untuk menetralkan trypsin inhibitor harus dipertimbangkan jangan sampai merusak nilai nutrisi dari kedelai.
2.      Non- starch Polysaccharide
         Non-starch polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat komplek yang terlihat di endosperm dinding sel dari biji cereal. Karbohidrat ini sukar dicerna sehingga lolos dari saluran pencernaan dan mengikat air sehingga viscositas cairan di saluran pencernaan tinggi. Viscositas di saluran pencernaan meningkat menyebabkan transport nutrient menurun dan absorpsi menurun. Kedelai mengandung NSP dalam bentuk oligosaccharide.
         Kedelai yang berasal dari berbagai negara mengandung oligosaccharida berbeda-beda. Pengaruh negatif dari NSP yaitu :
a.       Excreta lengket dan kadar air tinggi sehingga menimbulkan masalah litter.
  1. Menurunkan energi tersedia pada burung.
  2. Mempengaruhi mikroflora di saluran pencernaan.

3.      Phytat
Phytat merupakan salah satu non polysaccharida dari dinding tanaman seperti silakat dan oksalat. Asam phytat termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) yang kuat yang bisa mengikat ion metal divalent membentuk phytat komplek sehingga mineral tidak bisa diserap oleh tubuh. Mineral tersebut yaitu Ca, Zn, Cu, Mg dan Fe.
Pada sebagian besar cereal, 60-70 % phosphor terdapat sebagai asam phytat, kecernaan molekul phytat sangat bervariasi dari 0-50 % tergantung bahan pakan dan umur unggas. Unggas muda lebih rendah kemampuan mencerna phytat, tetapi pada unggas dewasa 50%. Kecernaan phytat terjadi karena adanya phytase tanaman atau sintetis phytase dari mikroba usus. Perlakuan panas pada ransum seperti pelleting atau ekstrusi tidak terlihat memperbaiki kecernaan pospor-phytat.
Cara memecahkan masalah adanya P-phytat dalam ransum yaitu :
a.       Penambahan phytase: kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan menambah biaya ransum dan phytase mudah rusak selama proses pelleting. Sebagian besar phytase didenaturasi pada suhu 65°C. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan setelah proses pengolahan.
  1. Penambahan sumber pospor lainnya kedalam ransum seperti dicalcium pospat.
Sebagian besar cereal dan suplemen protein nabati relatif rendah kandungan phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang mengandung minyak kandungan phytat lebih tinggi.

 DAFTAR PUSTAKA

Adiarto. 2012. Beternak Sapi Perah Ramah Lingkungan.  PT. Citra Aji Parama. Anggota IKAPI. Yogyakarta.
Anonimus. 2011. http://fapet.ipb.ac.id. Diakses pada hari Rabu, 21 Desember 2011 pukul 16.00 WIB.
Anonimus. 2011. http://www.duniasapi.com. Diakses pada hari Rabu, 21 Desember 2011 pukul 16.00 WIB.
Dey PM, Harbone JB. 1991. Method in Plant Biochemistry, Volume ke 7. Academic Press, London.
Prihatman. 2001. Saponin untuk Pembasmi Hama Udang. http //: www.ngajukwarintek.com. Diakses pada hari Rabu, 21 Desember 2011 pukul 16.00 WIB.
Ranjhan, S.K. 1997.  Animal Nutrition in Tropics. Fourth revised edition. Vikas Publishing House. New Delhi. India.
Robinson T. 1995. Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan K. Padmawinata. ITB Press, Bandung
Tangenjaya, B. 1987. Pengolahan Biji Kapas Untuk Makanan Ternak. Jurnal Litbang Pertanian Vol. VI, No. 1.
Tillman, A.D. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cet. 3.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Trisunuwati, Pratiwi. 2011. Pengantar Ilmu Penyakit Hewan.  Cetakan Pertama. Universitas Brawijaya Press. Malang
Wiseman, J.and W.J.A. Cole.1990. Feedstuff  Evaluation. Butterworth. London.






3 komentar:

  1. "Cara lain mencegah keracunan gosipol adalah dengan proses ekstraksi lemak secara mekanis. Proses ini akan lebih baik jika biji kapas dipanasi (dengan uap panas) terlebih dahulu sambil diperas atau dipres. Panas tersebut akan memecah kelenjar resin dimana gosipol tersebut tersimpan. Dengan pecahnya kelenjar tersebut, gosipol akan keluar bersama lemak atau minyak dan menyebar bercampur dengan protein biji. Prosesing tersebut tidak hanya menurunkan daya guna lisin tapi juga valin, treonin, leusin dan methionin.
    Kandungan protein yang tinggi pada pakan sapi juga dapat mencegah pengaruh merugikan dari gossypol.karena gosipol akan segera membentuk ikatan kompleks yang sulit dicerna oleh enzim-enzim protease, sehingga gosipol tidak terserap oleh tubuh.
    Penambahan vitamin E yang bertindak sebagai zat penghambat radikal bebas, terbukti pula dapat mencegah dampak negative gosipol. Pada sapi potong dara yang diberi vitamin E pada perlakuan superovulasi, dapt mengurangi efek negative gosipol terhadap espon superovulasi dan perkembanhan embrio, meskipun konsentrasi gosipol dalam endometrium uterus cukup tinggi (Valasquez-Pereira dkk, 2002)"

    bisa minta alamat lengkapnya tentang pembahasan di atas ini ?

    BalasHapus
  2. kalau ada jurnalnya, minta tolong, sy butuh skali

    BalasHapus
  3. Coin Casino Review 2021 | Is It a Legitimate Site to Play in 2021
    Online casino Coin Casino is an extremely popular online 인카지노 casino in the UK. 온카지노 With over 200 UK online casino sites operating in the 샌즈카지노 UK, 💸 Min Withdrawal: €5🎲 Games: 550+📱 Mobile Version: Android,iPhone Rating: 4 · ‎Review by Bill Grinstead

    BalasHapus