I.
PENDAHULUAN
Kesehatan hewan ternak merupakan suatu status kondisi tubuh hewan dengan
seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang kandungannya secara fisiologis
fungsi normal. Program kesehatan ternak dapat mencangkup keseluruhan kandang dan ternaknya, yang mana
semuanya saling terkait dalam proses manajemen pemeliharaan. Hal ini membuktikan
bahwa usaha peternakan sangat tergantung dengan kesehatan hewan ternak yang
dibudidayakan.
Hakekatnya program
kesehatan ternak bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara
pemeliharaan yang baik, sehingga peternak memperoleh pendapatan secara
maksimal. Program kesehatan ternak dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit atau
pengobatan pada ternak yang sakit. Usaha pencegahan penyakit dinilai lebih penting
dibandingkan dengan pengobatan pada ternak yang sakit.
Salah
satu penyakit metabolik yang sering di alami oleh sapi perah adalah radang susu
( milk fever) atau paresis puerpuralis atau penyakit kelumpuhan. Penyakit ini banyak menyerang sapi perah pada saat
48-72 jam setelah melahirkan, pada masa laktasi
ketiga atau pada sapi yang sudah tua dan produksi susunya tinggi.
Penyebab penyakit ini , yaitu kadar kalsium darah rendah atau hipokalsemia pada
saat sapi melahirkan. Hipokalsemia
terutama terjadi awal laktasi karena
tingginya kebutuhan kalsium yang sebanding dengan jumlah susu yang diproduksi.
Penyakit ini ditandai dengan kelumpuhan
atau sapi tidak mampu berdiri pada periode tiga hari setelah melahirkan.
Anti
nutrisi merupakan zat yang dapat menghambat, pertumbuhan, perkembangan,
kesehatan, tingkah laku atau penyebaran populasi organisme lain
(allelochemic). Terdapatnya anti
nutrisi pada tanaman umumnya terjadi karena faktor dalam (intrinsic factor) yaitu
suatu keadaan
dimana tanaman tersebut secara genetik mempunyai atau mampu memproduksi anti
nutrisi tersebut dalam organ tubuhnya. Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam
amino toksik, saponin dan lain-lain adalah beberapa contohnya. Faktor lain adalah
faktor luar (environment factor), yaitu keadaan dimana secara genetik tanaman
tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang
berlebihan atau mendesak, zat yang tidak diinginkan mungkin masuk dalam organ
tubuhnya.
II.
ISI
A. MILK FEVER
1.Pengertian Penyakit
Salah
satu penyakit metabolik yang sering di alami oleh sapi perah adalah radang susu
( milk fever) atau paresis puerpuralis atau penyakit kelumpuhan. Penyakit ini banyak menyerang sapi perah pada saat
48-72 jam setelah melahirkan, pada masa laktasi
ketiga atau pada sapi yang sudah tua dan produksi susunya tinggi.
Penyebab penyakit ini , yaitu kadar kalsium darah rendah atau hipokalsemia pada
saat sapi melahirkan. Hipokalsemia
terutama terjadi awal laktasi karena
tingginya kebutuhan kalsium yang sebanding dengan jumlah susu yang diproduksi.
Penyakit ini ditandai dengan kelumpuhan
atau sapi tidak mampu berdiri pada periode tiga hari setelah melahirkan
(Adiarto, 2012).
2 . Etiologi Penyakit
Pada
awal laktasi sapi membutuhkan kalsium tinggi sesuai dengan produksinya. Oleh
karena itu, jika kalsium dalam pakan tidak mencukupi, kalsium tulang akan
dibongkar untuk memenuhi kebutuhannya
tersebut. Karena kesalahan manajemen
pengeringan, sering menyebabkan pembongkaran kalsium tulang tidak dapat dilakukan dengan sempurna (Adiarto, 2012). Ada beberapa Faktor yang bertanggung jawab
dari hipokalsemia yang di mana tingkat
kalsium dalam darah jatuh. Dalam Sapi
betina yang sedang berproduksi tinggi
segera setelah proses kelahiran, tingkat
kalsium berjalan begiu banyak turun. Bahwa
hewan menjadi pingsan ( tak sadar)
dan mati jika perawatan tidak diberikan. Tingkat Kalsium dan terkadang Phospor di
dalam darah menurun (Ranjhan,1997).
Sebagian
besar karena terjadi defisiensi kalsium
secara akut, biasanya terjadi pada saat produksi kolostrum karena banyak
mengandung Ca. Sehingga terdapat
kondisi sapi memerlukan sejumlah Ca,
oleh karena itu sebaiknya pada saat
menjelang partus ditambahkan Ca dalam pakan.
Gejala
yang dapat diamati:
1. Pada
sapi perah terjadi setelah 12-72 jam pasca melahirkan.
2. Gejala
depresi atau menghentak-hentakkan kaki sangat mungkin terjadi.
3. Musculus
tubuhnya terlihat bergerak-gerak sendiri.
4. Seringkali
terjadi kelumpuhan (ambruk) dan terlihat lemah.
5. Pandangan
mata sayu terlihat dehidrasi
6. Dapat
terjadi sayu pada kasus yang berat
Pencegahan:
1. Usahakan
jangan diperah habis beberapa hari post partum.
2. Tambahkan
diet ransum yang mencukupi, terutama tambahan
tepung tulang dan tmbahan vitamin D.
Kejadian
terbanyak kasus milk fever terjadi
pada 48-72 jam setelah induk sapi perah
melahirkan terutama di atas paritas 3, dengan umur 4 tahun dan pada saat produksi
tinggi (lebih dari 10 liter). Tetapi tidak
berarti sapi perah dengan produksi susu kurang dari 10 liter dan umur
lebih muda selalu terhindar Milk fever. Sifat yang lain adalah ternyata pada induk yang pernah menderita,
akan mendapat ancaman 3-4 kali lebih tinggi dari sapi yang tidak pernah menderita Milk Fever. Penyebab
kekurangan Ca pada Milk fever antara lain: jumlah mineral, Ca dan P
(Phospor) dalam pakan berlebihan, akibatnya akan menurunkan jumlah vitamin D
yang berpengaruh pada jumlah Calsium
(Ca) dalam Darah.
1. Menurunnya absorpsi Ca dari usus dan mobilisasi mineral tersebut dari tulang merupakan akibat
dari kerja Hormon estrogen dan steroid kelenjar adrenal.
2. Ca dan P dari dalam darah berpindah ke Colostrum dalam jumlah tinggi pada saat
sapi menjelang melahirkan.
3. Efek
dari Hormon tirokalsitonin. Hormon
ini berfungsi untuk mengatur mukosa
sel-sel usus dalam menyerap dan mengatur
Ca dalam darah, dalam jumlah kecil.
4. Nafsu
makan sapi menurun seringkali biasa terjadi pada 8-16 jam menjelang
melahirkan, sebagai akibatnya ketersediaan kalsium yang siap diserap juga menurun.
5. Metabolisme
Ca dapat meningkatkan Ca ke Colostrum. Calsium yang ada dalam darah adalah 9-12 mg/100 ml,
sedangkan setiap kg air susu mengandung
Calsium 1,2-1,4 gram. Jika sekresi susu mendekati 2 kg, maka semua Ca yang
terdapat dalam darah akan digunakan, padahal jumlah Calsium darah tidak boleh
kurang dari 5 mg/ 100 ml serum. Akibatnya sapi akan terkena Milk Fever.
6. Umur
sapi berpengaruh pada intensitas kejadian, misalnya pada sapi-sapi yang sudah
tua, penyerapan Ca akan mengalami penurunan.
7. Ketidakseimbangan
Komposisi Ca dan P pada pakan, tidak memenuhi perbandingan ideal yaitu Ca:P = 2:1.
( Trisunuwati, 2011)
3. Pengobatan
Milk
fever harus diobati agar kadar kalsium darah normal kembali sesegera
mungkin. Pengobatan yang bisa dilakukan , yakni dengan Injeksi Kalsium
Glukonat untuk memperbaiki kondisi (Ranjhan,1997) dan penyuntikan kalsium boroglukonat 500-800 ml, 250 ml
secara intravenous atau disuntikkan langsung
ke dalam peredaran darah ,sisanya
di suntikkan ke subcutan atau di
suntikan di bawah kulit (Adiarto, 2012). Menurut (Tilman,1986), Penggunaan 1,25- dehidroksi vitamin D efektif
dalam pengobatan penyakit ini. Disamping itu, kadar Ca dalam darah dapat
dinaikan sementara dengan injeksi intravena larutan Ca glukonat serta pemmeberian suplemen fosfor sebelum
kelahiran banyak digunakan untuk
mencegah parturient paresis atau nama
lain Milk Fever ( paresis puerpuralis)
B. SENYAWA ANTI NUTRISI
1.
Pengertian anti nutrisi
Anti
nutrisi merupakan zat yang dapat menghambat, pertumbuhan, perkembangan,
kesehatan, tingkah laku atau penyebaran populasi organisme lain (allelochemic).
Terdapatnya anti nutrisi pada tanaman umumnya terjadi karena faktor dalam
(intrinsic factor) yaitu suatu keadaan dimana tanaman tersebut secara genetik
mempunyai atau mampu memproduksi anti nutrisi tersebut dalam organ tubuhnya.
Zat-zat anti nutrisi alkaloida, asam amino toksik, saponin dan lain-lain adalah
beberapa contohnya. Faktor lain adalah
faktor luar (environment factor), yaitu keaadaan dimana secara genetik tanaman
tidak mengandung unsur anti nutrisi tersebut, tetapi karena pengaruh luar yang
berlebihan atau mendesak, zat yang tidak diinginkan mungkin masuk dalam organ
tubuhnya. Contohnya adalah terdapatnya Se berlebihan pada tanaman yang mampu
mengakumulasi Se dalam bentuk proteinnya misalnya pada Astragalus sp. Juga unsur
radioaktif yang masuk dalam rantai metabolik unsur yang kemudian terdeposit
sebagai unsur-unsur berbahaya.
Macam-
macam senyawa anti nutrisi meliputi:
1.
Cyanogenic
glycoside (Cyanogen)
Cyanogenic glycoside, cyanoglycosida atau
cyanogen adalah senyawa yang apabila diperlakukan asam dan diikuti dengan
hidrolisis oleh enzim tertentu akan melepaskan hydrogen cyanida (HCN). Cyanoglycosida
terdapat lebih dari 2000 spesies tanaman. Singkong (cassava) adalah hasil panen
utama yang mengandung cyanogen dalam jumlah tinggi.
Senyawa-senyawa yang mengandung gugus sianat (-CºN) dapat tergolong ke
dalam nitril (R-CºN)
atau siano hidrin (R-C(OH)CºN). Senyawa-senyawa ini dapat diperoleh dengan
mereaksikan alkil dehida dengan gugus CH sebagai nukleophil atau aldehid serta keton
dengan gugus CN dan asamnya. Bila
senyawa tersebut mengandung glikosida atau glukosa maka dapat disebut glikosida
sianogenik atau glukosida sianogenik.
Sejauh ini glikosida sianogenik dalam tanaman derajad tinggi
Mimosin banyak ditemukan pada tanaman famili
leguminosa , yang terutama pada tanaman lamtoro atau petai (Leucena Leucoceaphala). Pada bagian biji
sebanyak 1 - 4%, jiga terdapat pada bagian daun dan batang. Terdapat pula pada
tanaman liar berbentuk perdu yaitu putri malu (Mimosa Pudica) juga famili legeuminosa yang dikenal sebagai tanaman
semak belukar. Dimana tanaman tersebut diketahui banyak mengandung protein dan
sangat bagus digunakan sebagai pakan ikan. Diketahui pada tanaman tersebut
mempunyai palatabilitas yang tinggi, pertumbuhannya cepat, mudah tumbuh dan
mempunyai kandungan protein mencapai 25 – 30%, dan merupakan tumbuham yang
hidup subur pada daerah tropis.
Klasifikasi
glikosida sianogenik berdasar pada asam amino dari gugus R1
ditunjukkan pada Tabel 1.
Gagasan-gagasan
mengenai pola umum biosintesis glikosida sianogenik berkembang cepat setelah
diketemukan bahwa asam-asam amino adalah prekursor dari glikosida sianogenik
dan studi isotop radioaktif 14C15N menunjukkan bahwa
ikatan karbon nitrogen pada asam amino menjadikan penggabungan yang
lengkap. Jalur biosintesis glikosida
sianogenik dimulai dari asam amino yang diubah ke dalam bentuk aldoxime,
kemudian terbentuk menjadi sianohidrin yang sebelumnya melalui (dapat dua cara)
pembentukan nitril atau hidroksi aldomin.
Sianohidrin dikatalis oleh b-glikosil-transferase
menjadi glikosida sianogenik.
Pada tanaman yang
tumbuh tanpa kerusakan, glikosida
sianogenik dimetabolisme menjadi
asam amino, tetapi apabila tanaman tersebut luka atau
dipotong maka glikosida sianogenik akan terdegradasi dan akan membebaskan asam
sianida. Tahap pertama
proses degradasi (katabolisme) adalah pelepasan gula dan terbentuk
sianohidrin oleh enzim b-Dglukosidase. Sianohidrin
dapat memisahkan diri menjadi aldehida atau keton dan asam sianida dengan enzim
oxynitrilase atau hydroksi nitrilase.
Tabel 1. Glikosida sianogenik pada beberapa
tanaman
Glikosida
|
Gula
|
Struktur
|
Asal asam amino
|
Pada tanaman
|
Linamarin
|
Glukosa
|
1
|
Valin
|
Linum
usitatissimum
Phasealus
lunatus
Manihot
esculenta
|
Lotaustralin
|
Glukosa
|
2
|
Isoleusin
|
Trifolium
repens
Lotus
sp.
|
Akasipetalin
|
Glukosa
|
3
|
Leusin
|
Acacia
sp. (Shout African)
|
Prunasin
|
Glukosa
|
4
|
Fenilalanin
|
Rosaceae
|
Sambunigrin
|
Glukosa
|
5
|
Fenilalanin
|
Sambucus
sp.
Acacia
sp. (Australia)
|
Prulaurasin
|
Glukosa
|
6
|
Fenilalanin
|
Prunus
sp.
|
Amygdalin
|
Gentibiose
|
7
|
Fenilalanin
|
Rosaceae
|
Vicianin
|
Vicianose
|
8
|
Fenilalanin
|
Vicia
sp.
|
Dhurrin
|
Glukosa
|
9
|
Tirosin
|
Sorghum
sp.
|
Taxiphyllin
|
Glukosa
|
10
|
Tirosin
|
Taxus
sp.
|
Emulsin, suatu sistem enzim
yang didapat pada biji almond (Prunus
amygladus, Rosaceae) akan mengkatalisis baik hidrolisis gula maupun
pembentukan asam sianida. Pada
amigladin, gentibiosa mula-mula terhidrolisis menjadi glukosa (membentuk
prunasin), kemudian molekul glukosa kedua lepas. Emulsin spesifik untuk glikosida sianogenik
aromatik, sedangkan linammarinase (glukosidase) yang terdapat pada biji flax, white clover dan
ubi kayu akan mengkatalisa hidrolisis baik glikosida alifatik maupun aromatik tapi tidak mengkatalisis diglukosida.
Pengolahan
singkong secara tradisional yaitu umbi dipotong-potong dibawah air mengalir
untuk mencuci cyanogen. Alternatif lain yaitu umbi singkong
dipotong-potong, dihancurkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai HCN
menguap. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastro
intestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN-) berikatan dengan Fe heme dan
beraksi dengan ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk cytochrome oxidase
di dalam mitokondria, membentuk komplek stabil dan menahan jalur pernafasan.
Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam system transport electron
dan terjadi kematian akibat hypoxia seluler.
Beberapa cara mengurangi cyanogenic glycoside yaitu :
a.
Proses
pembuatan pati menghilangkan cyanogen.
- Pencacahan, dikeringkan atau sebelumnya
disimpan lebih dulu dalam keadaan basah bisa mengurangi 2/3 cyanogen dari
segar.
1.
Saponin
Saponin adalah suatu senyawa glikosida yang terdapat di dalam
berbagi tanaman hijauan. Saponin termasuk zat antinutrisi dalam kelas streroid
dan terpenes. Saponin dapat ditemui di dalam beberapa daun leguminosa pohon
seperti turi, jayanti, kembang sepatu, jarak pagar atau kacang-kacangan maupun
limbah ekstraksi minyak (bungkil biji jarak pagar) dan tanaman yang lain
(Wiseman and Cole,1990).
Berdasarkan jenis sapogeninnya, saponin dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu saponin triterpenoid, saponin
steroid dan saponin steroid alkaloid. Penyebaran saponin bergantung pada jenis
saponin. Beberapa saponin steroid paling banyak ditemukan dalam famili Liliaceae,
Amaryllidaceae, dan Dioscoreaceae (Robinson, 1995). Triterpena
glikosida paling banyak ditemukan pada Magnoliatae dengan famili Araliaceae,
Caryophilaceae, Leguminosae, Polygalaceae, Primlaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae
(Dey dan Harbone, 1991). Mayoritas saponin yang terdapat di alam terutama pada
tumbuhan merupakan jenis saponin triterpena.
Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa
pahit, berbusa dalam air, mempunyai
sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah
merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti
eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat
tersebut, senyawa saponin mempunyai kegunaan yang sangat luas, antara lain
sebagai detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa
pada industri sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang
fotografi (Prihatman, 2001).
Pada tenak ruminansia, saponin berpotensi sebagai
agen defaunasi dalam manipulasi proses
fermentasi di dalam rumen. Penggunaan saponin yang ditambahkan ke dalam ransum
dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau keseluruhan
(Wiseman and Cole, 1990).
Efek
defaunasi sangat dipengaruhi oleh situasi pakan, ternak dan mikroba rumen.
Menurut Valdes et al. (1986), suplementasi saponin dalam ransum sapi
perah akan mengurangi jumlah protozoa dan meningkatkan jumlah bakteri dan
kecernaan ADF (Acid Detergen Fiber). Selanjutnya dkatakan pula bahwa kecernaan
N makanan cenderung sangat rendah pada konsentrasi saponin sangat tinggi.
Penggunaan kembang sepatu ini diharapkan tidak membunuh protozoa secara total,
akan tetapi mengeliminasi secara parsial.
Sebagian besar
saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak seperti alfalfa,
bunga matahari, kedelai, kacang tanah . Saponin umumnya mempunyai karakteristik
yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan sifat hemolitik
dan sifat membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol.
Saponin
mempunyai efek menurunkan konsumsi ransum karena rasa pahit dan terjadinya
iritasi pada oral mucosa dan saluran pencernaan. Pada anak ayam yang diberi 0,9
% triterpenoid saponin bisa menurunkan konsumsi ransum, menurunkan pertambahan
berat badan, menurunkan kecernaan lemak, meningkatkan ekskresi cholesterol dan
menurunkan absorpsi vitamin A dan D.
1.
Tannin
Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Dengan berat
molekul antara 500-3000 dapat mengendapkan protein dari larutan. Secara kimia
tannin sangat komplek dan biasanya dibagi kedalam dua grup, yaitu hydrolizable
tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah dihidrolisa secara kimia
atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume tropika seperti Acacia Spp.
Condensed tannin atau tannin terkondensasi paling banyak menyebar
di tanaman dan dianggap sebagai tannin tanaman. Sebagian besar biji legume
mengandung tannin terkondensasi terutama pada testanya. Warna testa makin gelap
menandakan kandungan tannin makain tinggi.
Kandungan tannin pada varietas sorgum tannin tinggi sebesar 2,7 dan
10,2 % catechin equivalent. Dari 24 varietas sorgum kandungan tannin berkisar
dari 0,05-3,67 % (catechin equivalent). Kandungan tannin sorgum sering
dihubungkan dengan warna kulit luar yang gelap. Tanin sudah lama dikenal dan
sejak dahulu digunakan untuk memproses kulit hewan (Cheeke&Shull, 1979).
Peranan tannin pada tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung,
melindungi perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan cuaca.
Menurut Hagerman & Robins (1993), mamalia yang mengkonsumsi
pakan dengan kandungan tinin yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya tingkat
kecernaan bahan kering dan protein, mengurangi berat badan serta menghambat
reproduksi.
Menurut Swain (1965); Djiwadi et. al (1987), efek yang negative itu
terjadi karena tannin akan membentuk ikatan konpleks yang tidak larut dalam
air, menyebabkan kekeruhan, pengendapan serta menghambat aktifitas enzim.
Tannin merupakan senyawa polifenolik dengan bobot molekul yang
tinggi dan mempunyai kemampuan mengikat protein. Tannin terdiri dari katekin,
leukoantosiannin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna
bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dengan
protein dalam proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin
dengan berat molekul yang sedang, sedangkan katekin dengan berat molekul yang
rendah ditemukan pada buah-buahan dan sayuran.
Katekin dan epikatekin saling merupakan isomer, yaitu pada katekin,
hidroksil-hidroksil pada cincin benzena berbentuk trans, sedangkan pada
epikatekin berbentuk cis. Tannin tidak
dapat mengkristal berbentuk senyawa koloid.
Tannin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tannin mulai tidak berwarna sampai berwarna
kuning atau coklat. Asam tanat yang
dibeli di pasaran mempunyai bobot molekul 1.701 dan kemungkinan besar terdiri
dari pengambilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa. Tannin
terdiri dari dua kelompok, yaitu condensed tannin dan hydrolizable tannin. Kelompok condensed tannin merupakan tipe
tannin yang terkondensasi, tahan terhadap degradasi enzim, tahan terhadap
hidrolisa asam, dimetilasi dengan penambahan metionin, sering kompleks
susunannya dan banyak dijumpai dalam biji-bijian sorghum. Hydrolisable tannin
mudah terhidrolisis oleh asam-asam alkali serta enzim, menghasilkan glukosa dan
asam aromatik yaitu asam galat dan asam ellagat, terdiri dari residu gula-gula.
Hydrolizable tannin disebut sering juga dengan asam galat karena merupakan
senyawa karbohidrat yang terdiri dari molekul glukosa dan 10 asam galat.
Istilah tannin diperoleh dari
penggunaan mengekstrak (menyadap) tumbuhan (pohon hidup) pada bagian kulitnya,
terutama warna kulit. Letak tannin dalam
bijian tumbuhan biasanya terdapat pada bagian pericarp, testa, dan juga pada
germnya. Bahan pakan yang mengandung
tannin antara lain adalah biji sorghum,
biji bunga matahari, biji kapas, kacang tanah, biji lobak, kecipir,
alfalfa, delima, lamtoro dan masih banyak lagi tumbuhan yang mengandung tannin.
Sistem metabolisme
dalam tumbuhan penghasil tannin adalah adanya ikatan hidrogen yang terbentuk
antara hidroksi fenol dan kelompok peptida yang terjadi pada selaput kolagen
menjadi bentuk ikatan silang antara rantai protein yang saling berdekatan. Oksidasi fenol dalam tannin menjadi quinon
memberikan kenaikan ikatan kovalen dengan epsilon asam-asam amino yaitu lisin
dan arginin yang selanjutnya dapat meningkatkan daya tahan kulit, tahan
terhadap aksi bakteri, panas dan abrasi.
Hal tersebut menyebabkan pakan yang mengandung tannin memiliki daya
cerna dan palatabilitas yang rendah.
Tannin mempunyai kemampuan
mengendapkan protein, karena tannin mengandung sejumlah kelompok fungsional
ikatan yang kuat dengan molekul protein dan menghasilkan ikatan silang yang
besar dan kompleks yaitu protein-tannin.
Terdapat tiga mekanisme reaksi antara tannin dengan protein sehingga
terjadi ikatan yang cukup kuat antara keduanya, yaitu :
a.
Ikatan hidrogen dengan gugus
OH pada tannin dan gugus reseptornya.
Misalnya antara NH dengan OH pada protein.
b.
Ikatan ion antara gugus anion
pada tannin dengan gugus kation pada protein.
c.
Ikatan cabang kovalen antara
quinon dan bermacam-macam gugus reaktif pada protein
Ikatan
diatas menyebabkan tannin akan segera mengikat protein pakan dalam saluran pencernaan
dan menyebabkan pakan menjadi sulit dicerna oleh enzim-enzim pencernaan. Interaksi tannin dengan protein dalam ludah
(saliva) dan glikoprotein dalam mulut menyebabkan rasa mengkerut (menyempit)
pada mulut.
Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam ransum yaitu dengan
mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen pengikat tannin, yaitu
gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan polyethyleneglycol yang mempunyai
kemampuan mengikat dan merusak tannin. Selain itu kandungan tannin pada bahan
pakan dapat diturunkan dengan berbagai cara seperti perendaman, perebusan,
fermentasi, dan penyosohan kulit luar biji.
Pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menghilangkan pengaruh tannin adalah dengan perendaman dalam
air, perendaman dalam larutan alkali, cara mekanis dan suplementasi donor
methil. Perendaman dengan air dapat
dilakukan dengan air suling dengan suhu 30oC selama 24 jam, yang
dapat menurunkan kadar tannin sebanyak 31 persen. Perendaman dengan larutan alkali dapat
dilakukan dengan larutan NaOH dan KOH 0,05M pada suhu 30oC selama 24
jam, yang dapat menurunkan kadar tannin sebanyak 75 sampai dengan 85
persen. Larutan alkali yang paling
efektif untuk menetralisasi tannin adalah larutan kapur (CaO) 1 persen selama
10 menit. Larutan CaO akan membentuk
Ca(OH)2 dalam air, sehingga senyawa polifenol diduga akan diikat
oleh ion Ca2++ dengan ikatan ionik, pertukaran ion atau mengalami
penguraian. Larutan alkali lain yang
dapat digunakan antara lain adalah K2CO3, NH4OH
dan NaHCO4. Pengurangan
tannin dengan cara mekanis dapat dilakukan dengan penyosohan dengan mengupas
pericarp pada sorghum. Apabila pakan
yang mengandung tannin terlanjur dikonsumsi oleg ternak dapat diberikan
tambahan donor methil, seperti metionin, kholin, arginin dalam bentuk
murni. Donor methil berfungsi sebagai
detoksifikasi tannin karena mengandunng gugus methil labil yang dapat
ditransfer dalam tubuh serta menyebabkan metilasi asam galat hasil hidrolisis
tannin.
2.
Gossypol
Gosipol adalah salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
tanaman kapas (Gossypium hirsutum). Gosipol
merupakan senyawa
fenolik-terpenoid (Nomeir dan Abou-Donia, 1982) yang terdapat dalam
kelenjar pada biji bermacam-macam kultivar tanaman kapas komersil (Schmidt dan
Wells, 1990). Pada awalnya gosipol diketahui sebagai senyawa toksik yang
mempengaruhi ternak non ruminansia (Tangendjaja, 1987), kemudian diketahui
bahwa gosipol memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai anti fertilitas pada
pria dan wanita, anti kanker, menghambat pertumbuhan organisme parasit, anti
virus (Jagt, et al., 2000) dan agen kontrasepsi pada pria (Gu et al., 2000).
Heinstein (1985) menyebutkan bahwa kultur jaringan tumbuhan dapat digunakan
sebagai metoda alternatif untuk memproduksi gosipol.
Penggunaan
bungkil biji kapuk (Cottonseed meal) pada hewan monogastrik dibatasi oleh
kandungan serat kasar dan senyawa toksik yaitu tannin dan gossypol yaitu pigmen
polyphenolic kuning. Konsentrasi gossypol dalam biji bervariasi diantara
spesies kapuk dan antara cultivarnya berkisar 0,3 dan 3,4 %. Gossypol ditemukan
dalam bentuk bebas, bentuk beracun dan bentuk ikatan yang tidak toksik. Metode
pengolahan biji kapuk menentukan kandungan gosipol bebas.
Biji
kapas memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (22%), penghasil energy
tinggi (TDN 96%), kaya akan lemak (17%), serta mengandung karbohidrat dan
vitamin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi. Oleh sebab itu, biji
kapas dapat menggantikan fungsi kedelai sebagai sumber protein pada pakan
ternak.
Namun,
pada percubaan yang dilakukan pada sapi, hasilnya kurang begitu baik. Dari 54
ekor sapi yang diberi pakan tambahan biji kapas berkadar tinggi, 24 diantaranya
menunjukkan gejala berkurangnya nafsu makan, tubuh yang melemah, diare, serta
munurunnya tingkat pertumbuhan.
Efek
negative ini disebabkan oleh radikal bebas yang dihasilkan oleh Gosipol (Fornes
dkk, 1993). Senyawa Gosipol ditemukan pertama kali pada tahun 1899. Nama gospol
adalah singkatan dari Gossypium fenol.
Gosipol merupakan senyawa fenol berwarna kuning yang sangat rektif, umumnya
terdapat dalam biji-bijian seperti biji kapas (Gossypium spp.), biji kapuk,
ataupun biji okra, selain itu terdapat pula pada bagian lain dari tanaman
seperti batang, daun, benang sari dan kulit kapas.
Bungkil
biji kapas umumnya mengandung gosipol kurang lebil 0,517 %. Gosipol dapat
menimbulkan peradangan pada hati,usus halus dan lambung pada berbagai spesies
hewan, termasuk sapi.
Percobaan
pada sapi jantan membuktikan bahwa Gosipol dapat mengganggu proses
spermatogenesis,kurangnya libido sampai terjadi kemandulan (Velasquez-Pereira
dkk, 1998).
Pada
sapi perah betina, dengan pemberian pakan mengandung 42,7 g gosipol
bebas/ekor/hari mengurangi kadar hemoglobin dalam darah,fragilitas meningkatkan
osmotic eritrosit, bahkan kematian (Lindser dkk, 1980).
Bila
ternak sapi dikultur dengan 5-10 µg/mL Gosipol, terbukti menghambat pematangan
kultur oosit sapi (Lin dkk, 1994) serta mengurangi perkembangan embrio sapi
(Brocas dkk, 1997).
Ternak
yang tergolong ruminansia seperti sapi memiliki daya tahan lebih terhadap
toksisitas gosipol dibandingkan dengan hewan yang memiliki lambung tuggal
(monogaster) seperti pada mencit, karena mikroorganisme pada rumen ruminansia
dapat mengikat gosipol sehingga tidak diserap oleh usus.
Namun,
bila biji kapas diberikan dalam takaran yang benar, yaitu tidak lebih dari 15%
atau 2,5 lb per hari untuk setiap ekor sapi yang sedang dalam masa pertumbuhan,
efek racunnya berkurang. Diketahui pula, gosipol juga menghambat aktifitas
beberapa enzim pencernaan termasuk pepsinogen, yang akan mengurangi manfaat
kandungan protein pada biji kapas.
Konsentrasi
gosipol di dalam biji kapuk bervariasi tergantung pada spesiesnya. Tetapi
umurnya berkisar antara 0,3 dan 3,4 %, yang terdiri dari Gosipol bebas dan
Gosipol terikat. Dari 2 jenis tersebut, gosipol bebas yang paling berbahaya
karena bersifat racun.
Dengan
metode tertentu, gosipol dapat dikurangi. Dengan mengolah biji kapas
menggunakan ekstrak pelarut, yaitu campuran azeoptropic hexane, aseton dan air
(44:53:5), kandungan gosipol bebas yang tersisa hanya berkisar antara 0,1-0,5%.
Sedangkan
dengan proses expeller (meng-ekstrasi minyak yang terkandung di dalam biji
kapuk). Kandungan gossypol bebas kira-kira hanya 0,05 %.metode ini secara tidak
langsung juga menghasilkan kualitas protein yang tinggi.
Selain
itu, penambahan garam besi (ferric sulphat), juga bermanfaat mengurangi kasus
keracunan pada ternak sapi.
Bila
ditambahkan dalam makanan yang mengandung gasipol ataupun diberikan kedalam air
minum, besi mempunyai sifat detoksinasi, karena preparat Fe membuat gosipol
menjadi tidak larut.
Dosis
yang dapat ditambahkan adalah Fe : Gosipol = 1:1. Dosis yang lebih rendah
mengurangi efek penurunan berat badan, tetapi tidak dapat mencegah keracunan.
Sedangkan dosis Fe yang terlalu tinggi sampai 3.200 mg Fe/kg makanan justru
merugikan, walaupun dapat mencegah keracunan, dosis tersebut mengurangi berat
badan sapi. Akan tetapi, jika yang ditambahkan hanya preparat Fe saja, tidak
dapat menghilangkan gosipol yang telah terdeposit ke dalam organ hati.
Cara
lain mencegah keracunan gosipol adalah dengan proses ekstraksi lemak secara
mekanis. Proses ini akan lebih baik jika biji kapas dipanasi (dengan uap panas)
terlebih dahulu sambil diperas atau dipres. Panas tersebut akan memecah
kelenjar resin dimana gosipol tersebut tersimpan. Dengan pecahnya kelenjar
tersebut, gosipol akan keluar bersama lemak atau minyak dan menyebar bercampur
dengan protein biji. Prosesing tersebut tidak hanya menurunkan daya guna lisin
tapi juga valin, treonin, leusin dan methionin.
Kandungan
protein yang tinggi pada pakan sapi juga dapat mencegah pengaruh merugikan dari
gossypol.karena gosipol akan segera membentuk ikatan kompleks yang sulit
dicerna oleh enzim-enzim protease, sehingga gosipol tidak terserap oleh tubuh.
Penambahan
vitamin E yang bertindak sebagai zat penghambat radikal bebas, terbukti pula
dapat mencegah dampak negative gosipol. Pada sapi potong dara yang diberi
vitamin E pada perlakuan superovulasi, dapt mengurangi efek negative gosipol
terhadap espon superovulasi dan perkembanhan embrio, meskipun konsentrasi
gosipol dalam endometrium uterus cukup tinggi (Valasquez-Pereira dkk, 2002).
3.
Mimosin
Mimosin merupakan senyawa asam amin heterosiklik, yaitu
asam amino yang mempunyai rantai karbon melingkar dengan gugus berbeda. Dalam
hal ini yang mempunyai gugus keton dan hidroksil pada inti pirimidinya, yang
diketahui bersifat toxic. Mimosin sering disebut leusenina, dengan rumus
molekul C8H10O4N2. Dilihat
dari strukturnya mimosin merupakan turunan dari protein , hal ini dicirikan
oleh adanya unsur N pada strukturnya. Sebab hal yang membedakan antara protein
dengan karbohodrat dan lemak secara struktural adalah adanya unsur N.
Secara struktural mimosin hampir sama dengan tyrosin , tapi berbeda pada
fungsinya. yaitu merupakan zat anti nutrisi ysng berada pada salah satu bahan
pakan, dimana zat tersebut apabila dikonsumsi oleh ternak dapat menyebabkan
penurunan penampilan hewan ternak tersebut. Bahkan pada salah satu zat ani nutrisi lain dapat
menyebabkan kematian. Sedangkan tyrosin merupakan hormon yang berfungsi sebagai
pencegah gondok.
Sistem metabolisme mimosin dalam tumbuhan adalah
sesuai dengan sistem metabolisme protein yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut
(lamtoro). Atau dengan kata lain mimosin terkandung dalam protein dalam daun
maupun dalm biji lamtoro. Penelitian
mendalam mengenai senyawa ini belum banyak dilakukan, beberapa ahli mendapatkan gejala keracunan. Menurut beberapa penelitian
deangan memberikan makanan pada percobaan tikus sebanyak 1% mimosin akan
menyebabkan gajala toxic dengan terjadinya alopecia, penghambatan pertumbuhan
dan gejala memperpendak umur tikus. Percobaan lain menyatakan dengan esktrak
lamtoro pada makanan tikus ternyata menyebabkan kerusakan pada folikel rambut, sehingga merusak rambut
bersangkutan. Ternyata beberapa pengamat mensinyalir adanya gejala rontok
rambut pada manusia bila makan bahan senyawa ini.
1. Protease Inhibitor
Protease inhibitor adalah senyawa yang bisa
menghambat trypsin dan chymotripsin dan umumnya pada tanaman mengandung
konsentrasi yang rendah kecuali kedelai. Kedelai cenderung mengandung protease
inhibitor tinggi dan pada cereal lainnya rendah. Memakan kedelai mentah
mengakibatkan meningkatnya berat pankreas.
Penghambatan
aktivitas trypsin berpengaruh pada pencernaan protein, karena tripsin adalah
activator dari semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas yaitu zymogen
termasuk trypsinogen, chymotripsinogen, proelastase dan carboxypeptidase. Pengaruh
utama dari tripsin inhibitor bukan menggangu pencernaaan protein tetapi sekresi
berlebihan dari pankreas.
Cholecystokinin
adalah peptide yang merangsang sekresi enzim pankreas dikeluarkan oleh bagian
proximal usus halus yang dikontrol oleh aktivitas umpan balik negatif.
Meningkatnya kadar tripsin di lumen usus akan menurunkan sekresi
cholecystokinin. Sekresi cholecystokinin oleh mucosa usus karena adanya monitor
peptide yaitu sebuah peptide yang disekresikan kedalam getah pankreas.
Apabila pencernaan
protein selesai maka monitor peptide dirusak oleh trypsin dan sekresi
cholecystokinin berhenti. Adanya inhibitor trypsin dalam ransum, pankreas
secara terus menerus merangsang cholecystokinin sebab monitor peptide tidak
dirusak oleh trypsin. Kelebihan rangsangan ini menyebabkan terjadi hyperthrophy
dan hyperplasia dari pankreas yang terlihat dari berat pankreas meningkat.
Protease
inhibitor mudah dinetralkan dengan pemanasan. Kerusakan ini tergantung dari
suhu, waktu pemanasan, ukuran partikel dan kandungan air. Pengolahan untuk
menetralkan trypsin inhibitor harus dipertimbangkan jangan sampai merusak nilai
nutrisi dari kedelai.
2.
Non-
starch Polysaccharide
Non-starch
polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat komplek yang terlihat di endosperm
dinding sel dari biji cereal. Karbohidrat ini sukar dicerna sehingga lolos dari
saluran pencernaan dan mengikat air sehingga viscositas cairan di saluran
pencernaan tinggi. Viscositas di saluran pencernaan meningkat menyebabkan
transport nutrient menurun dan absorpsi menurun. Kedelai mengandung NSP dalam
bentuk oligosaccharide.
Kedelai
yang berasal dari berbagai negara mengandung oligosaccharida berbeda-beda.
Pengaruh negatif dari NSP yaitu :
a.
Excreta
lengket dan kadar air tinggi sehingga menimbulkan masalah litter.
- Menurunkan energi tersedia pada burung.
- Mempengaruhi mikroflora di saluran
pencernaan.
3.
Phytat
Phytat merupakan salah satu non polysaccharida dari dinding tanaman
seperti silakat dan oksalat. Asam phytat termasuk chelat (senyawa pengikat
mineral) yang kuat yang bisa mengikat ion metal divalent membentuk phytat
komplek sehingga mineral tidak bisa diserap oleh tubuh. Mineral tersebut yaitu
Ca, Zn, Cu, Mg dan Fe.
Pada sebagian besar cereal, 60-70 % phosphor terdapat sebagai asam
phytat, kecernaan molekul phytat sangat bervariasi dari 0-50 % tergantung bahan
pakan dan umur unggas. Unggas muda lebih rendah kemampuan mencerna phytat,
tetapi pada unggas dewasa 50%. Kecernaan phytat terjadi karena adanya phytase
tanaman atau sintetis phytase dari mikroba usus. Perlakuan panas pada ransum
seperti pelleting atau ekstrusi tidak terlihat memperbaiki kecernaan
pospor-phytat.
Cara memecahkan masalah adanya P-phytat dalam ransum yaitu :
a.
Penambahan
phytase: kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan menambah biaya
ransum dan phytase mudah rusak selama proses pelleting. Sebagian besar phytase
didenaturasi pada suhu 65°C. Sebaiknya enzym phytase ditambahkan setelah proses
pengolahan.
- Penambahan sumber pospor lainnya kedalam
ransum seperti dicalcium pospat.
Sebagian besar cereal dan
suplemen protein nabati relatif rendah kandungan phytase kecuali dedak gandum,
sedangkan biji yang mengandung minyak kandungan phytat lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Adiarto. 2012. Beternak Sapi Perah Ramah Lingkungan. PT. Citra Aji Parama. Anggota IKAPI.
Yogyakarta.
Anonimus.
2011. http://www.duniasapi.com. Diakses pada hari Rabu, 21
Desember 2011 pukul 16.00 WIB.
Dey PM, Harbone JB. 1991. Method in
Plant Biochemistry, Volume ke 7. Academic Press, London.
Prihatman. 2001. Saponin untuk
Pembasmi Hama Udang. http //: www.ngajukwarintek.com.
Diakses pada hari Rabu, 21 Desember 2011 pukul 16.00 WIB.
Ranjhan, S.K. 1997. Animal
Nutrition in Tropics. Fourth revised edition. Vikas Publishing House. New
Delhi. India.
Robinson T. 1995. Kandungan Kimia
Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan K. Padmawinata. ITB Press, Bandung
Tangenjaya,
B. 1987. Pengolahan Biji Kapas Untuk Makanan Ternak. Jurnal Litbang Pertanian
Vol. VI, No. 1.
Tillman, A.D. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cet. 3.Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Trisunuwati, Pratiwi. 2011. Pengantar Ilmu Penyakit Hewan. Cetakan Pertama. Universitas Brawijaya Press.
Malang
Wiseman, J.and W.J.A. Cole.1990.
Feedstuff Evaluation. Butterworth.
London.
"Cara lain mencegah keracunan gosipol adalah dengan proses ekstraksi lemak secara mekanis. Proses ini akan lebih baik jika biji kapas dipanasi (dengan uap panas) terlebih dahulu sambil diperas atau dipres. Panas tersebut akan memecah kelenjar resin dimana gosipol tersebut tersimpan. Dengan pecahnya kelenjar tersebut, gosipol akan keluar bersama lemak atau minyak dan menyebar bercampur dengan protein biji. Prosesing tersebut tidak hanya menurunkan daya guna lisin tapi juga valin, treonin, leusin dan methionin.
BalasHapusKandungan protein yang tinggi pada pakan sapi juga dapat mencegah pengaruh merugikan dari gossypol.karena gosipol akan segera membentuk ikatan kompleks yang sulit dicerna oleh enzim-enzim protease, sehingga gosipol tidak terserap oleh tubuh.
Penambahan vitamin E yang bertindak sebagai zat penghambat radikal bebas, terbukti pula dapat mencegah dampak negative gosipol. Pada sapi potong dara yang diberi vitamin E pada perlakuan superovulasi, dapt mengurangi efek negative gosipol terhadap espon superovulasi dan perkembanhan embrio, meskipun konsentrasi gosipol dalam endometrium uterus cukup tinggi (Valasquez-Pereira dkk, 2002)"
bisa minta alamat lengkapnya tentang pembahasan di atas ini ?
kalau ada jurnalnya, minta tolong, sy butuh skali
BalasHapusCoin Casino Review 2021 | Is It a Legitimate Site to Play in 2021
BalasHapusOnline casino Coin Casino is an extremely popular online 인카지노 casino in the UK. 온카지노 With over 200 UK online casino sites operating in the 샌즈카지노 UK, 💸 Min Withdrawal: €5🎲 Games: 550+📱 Mobile Version: Android,iPhone Rating: 4 · Review by Bill Grinstead