ketulusan seorang ibu

Sabtu, 23 Mei 2015

Rumah Pemotongan Hewan DAN Rumah Pemotongan Ayam


TUGAS
RESUME MATERI ABATOIR
RPH dan RPU


 





Disusun oleh :

Nama              :          XXX
NIM                 :          H0511042          



JURUSAN/PROGRAM STUDI  PETERNAKAN
FAK. PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
PEMBAHASAN
  
A.    RPH ( Rumah Potong Hewan ).
1.      Pengertian

Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas (Manual Kesmavet, 1993). Hewan potong adalah sapi, kerbau, kuda, kambing dan domba. Pemotongan  hewan potong  adalah kegiatan untuk menghasilkan daging yang terdiri dari pemeriksaan ante mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post mortem. Pemeriksaan ante mortem  adalah pemeriksaan  kesehatan hewan potong sebelum disembelih. Pemeriksaan post mortem  adalah pemeriksaan daging dan bagian-bagiannya setelah selesai penyelesaian penyembelihan.
Karkas adalah bagian dari hewan potong yang di sembelih setelah kepala dan kaki dipisahkan, dikuliti, serta isi rongga perut dan dada di keluarkan. Hasil ikutan adalah hasil samping dari pemotongan hewan potong yang berupa darah, kulit, bulu ,lemak, tanduk, tulang dan kuku. Limbah adalah buangan dari proses pemotongan hewan  potong dan hasi ikutan yang tidak dimanfaatkan. Penanganan daging adalah kegiatan yang meliputi pelayuan, pemotongan bagian-bagian daging, pelepasan tulang, pemanasan, pembekuan, pendinginan, pengangkutan, penyimpanan dan kegiatan lain untuk menyiapkan daging guna penjualannya.
  
2.      Fungsi dan Syarat RPH

Fungsi dan syarat Rumah Potong Hewan telah dijelaskan oleh pemerintah dalam  SK Meteri Pertanian nomer 555/Kpts/TN.240/9/1986 seperti yang dikemukakan dalam Manual Kesmavet (1993).
   
 Fungsi RPH

Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit/sarana pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging sehat mempunyai fungsi sebagai:
1.      Tempat dilaksanakannya pemotongan hewan secara benar.
2.      Tempat dilaksanakannya pemeriksaan hewan sebelum dipotong (antemortem) dan pemeriksaan daging (post mortem) untuk mencegah penularan penyakit hewan ke manusia.
3.      Tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit hewan yang ditemukan pada pemeriksaan ante mortem dan post mortem guna pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan menular di daerah asal hewan.
4.      Melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina bertanduk yang masih produktif.

Pendapat lain dikemukakan oleh Lestari (1994) bahwa Rumah Pemotongan Hewan mempunyai fungsi antara lain sebagai:
1.      Sarana strategis tata niaga ternak ruminansia, dengan alur dari peternak, pasar hewan, RPH yang merupakan sarana akhir tata niaga ternak hidup, pasar swalayan/pasar daging dan konsumen yang merupakan sarana awal  tata niaga hasil ternak.
2.      Pintu gerbang produk peternakan berkualitas, dengan dihasilkan ternak yang gemuk  dan sehat oleh petani sehingga mempercepat transaksi yang merupakan awal keberhasilan pengusaha daging untuk dipotong di RPH terdekat.
3.      Menjamin penyediaan bahan makanan hewani yang sehat, karena di RPH hanya ternak yang sehat yang bisa dipotong.
4.      Menjamin bahan makanan hewani yang halal, dengan dilaksanakannya tugas RPH untuk memohon ridlo Yang Kuasa dan perlakuan ternak tidak seperti benda atau yang manusiawi.
5.      Menjamin keberadaan menu bergizi tinggi, yang dapat memperkaya masakan khas Indonesia dan sebagai sumber gizi keluarga/rumah tangga.
6.      Menunjang usaha bahan makanan hewani, baik di pasar swalayan, pedagang kaki lima, industri pengolahan daging dan jasa boga.

3.      Syarat RPH

Syarat–syarat RPH telah diatur juga di dalam SK Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986. Persyaratan ini dibagi menjadi prasyarat untuk RPH yang digunakan untuk memotong hewan guna memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten/Kotamadya Derah Tingkat II, memenuhi kebutuhan daging antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I, memenuhi kebutuhan daging antar Propinsi Daerah Tingkat I dan memenuhi kebutuhan eksport (Manual Kesmavet, 1993).

Memenuhi Kebutuhan Daging Lokal di Dati I

Menurut Manual Kesmavet (1993) RPH ini harus memenuhi syarat yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi syarat lokasi, kelengkapan bangunan, komponen bangunan utama dan kelengkapan RPH:

1.      Lokasi RPH.
a.       Lokasi RPH di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan misalnya di bagian pinggir kota yang tidak padat penduduknya, dekat aliran sungai atau di bagian terendah kota.
b.      Lokasi RPH di tempat yang mudah dicapai dengan kendaraan atau dekat jalan raya (Lestari,  1994b; Manual Kesmavet, 1993).
  
2.      Kelengkapan bangunan.
a.       Kompleks bangunan RPH harus dipagar untuk memudahkan penjagaan dan keamanan serta mencegah terlihatnya proses pemotongan hewan dari luar.
b.      Mempunyai bangunan utama RPH.
c.       Mempunyai kandang hewan untuk istirahat dan pemeriksaan ante mortem.
d.      Mempunyai laboratorium sederhana yang dapat dipergunakan untuk pemeriksaan kuman dengan pewarnaan cepat, parasit, pH, pemeriksaan permulaan pembusukan dan kesempurnaan pengeluaran darah.
e.       Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan atau karkas yang ditolak berupa tempat pembakar atau penguburan.
f.        Mempunyai tempat untuk memperlakukan hewan yang ditunda pemotongannya.
g.       Mempunyai bak pengendap pada saluran buangan cairan yang menuju ke sungai atau selokan.
h.       Mempunyai tempat penampungan sementara buangan padat sebelum diangkut.
i.         Mempunyai ruang administrasi, tempat penyimpan alat, kamar mandi dan WC.
j.        Mempunyai halaman yang dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraaan.

3.      Komponen bangunan utama.
a.       Mempunyai tempat penyembelihan hewan, tempat pengulitan, tempat pengeluaran jeroan dari rongga perut dan dada, tempat pembagian karkas, tempat pemeriksaan kesehatan daging.
b.       Mempunyai tempat pembersihan dan pencucian jeroan yang terpisah dari  (3. a.) dengan air yang cukup.
c.       Berdinding dalam yang kedap air terbuat dari semen, porselin atau bahan yang sejenis setinggi dua meter, sehingga mudah dibersihkan.
d.       Berlantai kedap air, landai kearah saluran pembuangan agar air mudah mengalir, tidak licin dan sedikit kasar.
e.       Sudut pertemuan antar dinding dan dinding dengan lantai berbentuk lengkung.
f.         Berventilasi yang cukup untuk menjamin pertukaran udara.

4.      Kelengkapan RPH.
a.       Mempunyai alat-alat yang dipergunakan untuk persiapan sampai dengan penyelesaian proses pemotongan termasuk alat pengerek dan penggantung karkas pada waktu pengulitan serta pakaian khusus untuk tukang sembelih dan pekerja lainnya.
b.      Peralatan yang lengkap untuk petugas pemeriksa daging.
c.       Persediaan air bersih yang cukup.
d.      Alat pemelihara kesehatan.
e.       Pekerja yang mempunyai pengetahuan di bidang  kesehatan masyarakat veteriner yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur yang berlaku dalam pemotongan hewan serta penanganan daging.

           Untuk RPH bagi pemotongan babi mempunyai syarat tambahan, yaitu:

a.      RPH harus ada persediaan air hangat untuk perontokan bulu.
b.      Bangunan utama pada Rumah Pemotongan Hewan, kandang dan tempat penyimpanan/pembersihan alat untuk babi harus terpisah dengan jarak yang cukup atau dengan pagar tembok setinggi paling sedikit  3 meter atau terpisah total dengan dinding tembok dan terletak di tempat yang lebih rendah dari pada yang untuk hewan lainnya.

Memenuhi Kebutuhan Daging Antar Dati II Dalam Satu Dati I

         Menurut Manual Kesmavet (1993) untuk RPH yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan daging antar Dati II dalam satu Dati I harus memenuhi semua syarat dari RPH untuk memenuhi daging dalam kebutuhan lokal Dati II ditambah dengan:
a.       Kandang istirahat berlantai semen.
b.      Laboratorium yang juga dapat dipergunakan untuk identifikasi kuman dengan pemupukan.
c.       Tempat pemotongan darurat yang dilengkapi dengan ruang penahan daging.
d.      Instalasi pengolahan limbah yang berupa saringan untuk memisahkan limbah/buangan padat secara fisik.
e.       Mempunyai tempat pelayuan dengan dinding yang bagian dalamnya dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter dan dilengkapi dengan exhauster.
f.        Dilengkapi dengan timbangan untuk karkas serta rel-rel pengangkut karkas.
Memenuhi Kebutuhan Daging Antar Dati I

Menurut Manual Kesmavet (1993) untuk RPH yang diperuntukkan memenuhi kebutuhan daging antar Dati I harus memenuhi semua syarat RPH untuk memenuhi daging antar Dati II dalam satu Dati I  ditambah dengan:
a.       Laboratorium yang juga dapat digunakan untuk pemeriksaan residu antibiotika.
b.      Instalasi pengolahan limbah dengan perlakuan secara fisik dan biologis (filtrasi, areasi, digesti anaerobis dan sedimentasi).
c.       Tempat parkir kendaraan angkutan daging.
d.      Mempunyai kandang istirahat berlantai semen dengan jarak minimal 50 meter dari bangunan utama.
e.       Tempat untuk memperlakukan karkas/bahan yang ditolak berupa incinerator dengan pembakar bertekanan yang memenuhi syarat kesehatan lingkungan (dengan cerobong asap).
f.        Mempunyai ruang khusus dalam banguan utama untuk tempat mencuci dan merebus jeroan.
g.       Mempunyai ruang pelayuan dengan dinding yang seluruh bagian dalamnya dilapisi porselin atau bahan lain yang sejenis dan dilengkapi dengan temperatur 18oC.
h.       Mempunyai ruang pelepasan daging dari tulang dengan temperatur 18oC.
i.         Dinding bagian dalam dari bangunan utama RPH tertutup penuh dengan porselin.
j.        Tersedia air panas untuk mencuci pisau dan alat penanganan lain.
k.      Mempunyai ruang ganti pakaian untuk karyawan.
l.         Memiliki kendaraan angkutan daging tanpa atau dengan alat pendingin yang disesuaikan dengan jarak angkut.
m.     Dipekerjakan Dokter Hewan.

Memenuhi Kebutuhan Daging Eksport

Menurut Koswara (1998 ) dan Manual Kesmavet (1993) RPH yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan daging eksport harus memenuhi persyaratan seperti pada RPH untuk memenuhi kebutuhan antar Dati I ditambah dengan:
a.       Mempunyai ruang pendingin yang dilengkapi dengan pintu pengaman dari bahan tidak berkarat serta pengatur sushu.
b.      Mempunyai ruang pelepasan daging dari tulang dengan temperatur 10oC.
c.       Mempunyai ruang pembungkusan, pewadahan dan penandaan produk akhir.
d.      Mempunyai laboratorium yang juga dapat dipergunakan untuk pemeriksaaan hormon.
e.       Mempunyai ruang untuk ganti pakaian, locker, ruang istirahat karyawan serta kantin.
f.        Mempunyai kendaraan angkutan khusus yang harus dilengkapi dengan alat pendingin atau pengatur suhu.
4.  Usaha Pemotongan Hewan
Menurut Kesmavet (1993) usaha pemotongan hewan dapat dilaksanakan oleh perorangan WNI atau badan yang didirikan menurut hukum di Indonesia. Usaha Pemotongan Hewan didasarkan pada luasan peredaran daging yang dihasilkan dan diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomer: 555/Kpts/TN.240/9/1986. Adapun usaha pemotongan hewan tersebut terbagi menjadi.
a.       Kelas A :  penyediaan daging untuk kebutuhan ekspor.
b.      Kelas B: penyediaan daging untuk kebutuhan antar propinsi Daerah Tingkat 1.
c.       Kelas C: penyediaan daging untuk kebutuhan antar kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II di dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I.
d.      Kelas D : penyediaan daging untuk kebutuhan di dalam wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

Usaha pemotongan hewan menurut  kegiatan usaha pemotongan hewan terdiri dari tiga kategori:
a.       Kategori I: Kategori melaksanakan pemotongan hewan milik sendiri di rumah pemotongan hewan milik sendiri.
b.      Kategori II : Kegiatan menjual jasa pemotongan hewan atau  melaksanakan pemotongan hewan milik orang lain
c.       Kategori III : Kegiatan melaksanakan pemotongan hewan pada rumah pemotongan hewan milik orang lain.
5.      Ijin Usaha Pemotongan Hewan
Menurut Manual Kesmavet (1993)  ijin usaha pemotongan hewan diatur dalam SK Menteri Petanian Nomer: 555/Kpts/TN.240/9/1986. Setiap orang yang melaksanakan usaha pemotongan hewan harus memperoleh izin usaha dari:
a.       Direktur Jenderal Peternakan, sepanjang mengenai usaha pemotongan hewan kelas A dan kelas B.
b.      Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sepanjang usaha pemotongan kelas C.
c.       Bupati atau Walikota Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang usaha pemotongan hewan kelas D.


Ijin usaha pemotongan hewan diberikan untuk skala tertentu, yaitu:

a.       Untuk usaha pemotongan hewan kategori I dengan menetapkan kapasitas pemotongan hewan dari rumah potong hewan yang digunakan dan maksimum jumlah hewan yang dipotong perbulan.
b.      Untuk ijin usaha pemotongan hewan kategori II dengan menetapkan kapasitas pemotongan hewan dari rumah potong hewan yang digunakan.
c.       Untuk usaha pemotongan hewan kategori I dan II dengan menetapkan kapasitas pemotongan hewan dari rumah potong hewan yang digunakan dan maksimum jumlah hewan sendiri yang  yang diijinkan untuk dipotong perbulan.
d.      Untuk usaha pemotongan hewan kategori III dengan menetapkan kapasitas pemotongan hewan dari rumah potong hewan yang digunakan dan maksimum jumlah hewan yang dipotong perbulan.

Ijin usaha pemotongan hewan kelas A kategori I,II,III dapat diberikan ijin apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Memiliki HO dan ijin lokasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Memiliki RPH yang memenuhi persyaratan untuk  usaha pemotongan hewan kelas A.
c.       Usaha yang  direncanakan dapat dipertanggung jawabkan kelayakan usahanya yang meliputi aspek penyediaan bahan baku, pemasaran hasil serta aspek teknis dan dapat diterima dari segi sosial setempat yang dinyatakan dalam rekomendasi Dinas Peternakan Daerah Tingkat I setempat.

Ijin usaha pemotongan hewan diberikan untuk jangka waktu 20 tahun bagi usaha pemotongan hewan kategori I dan II dari semua kelas dan 5 tahun bagi usaha pemotongan hewan kategori III dari semua kelas. Ijin pemotongan hewan akan berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu berakhir atau waktu 3 bulan telah lewat sejak pemegang ijin meninggal dunia atau dalam hal ini pemegang ijin suatu badan dibubarkan apabila ahli waris dari pemegang ijin tersebut tidak mempergunakan ijin tersebut. Ijin usaha pemotongan hewan dapat dicabut apabila tidak melakukan pemotongan hewan dalam jangka waktu 3 bulan setelah ijin diberikan, tidak melakukan pemotongan hewan selama 1 tahun berturut-turut, tidak memenuhi syarat administrasi atau teknis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah mendapatkan peringatan tertulis 3 kali dan dipindah tangankan ijin tersebut tanpa ijin tertulis dari pemegang hak.

6.      Syarat dan Tata Cara Pemotongan Hewan

Syarat dan tata cara pemotongan hewan diatur di dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 dan dibedakan antara babi dengan sapi, kambing, domba, kerbau dan kuda (Manual Kesmavet, 1993).

Sapi, Kambing, Domba, Kerbau dan Kuda

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi hewan potong yang diuraikan dalam Manual Kesmavet (1993):
a.       Disertai surat kepemilikan.
b.      Disertai bukti pembayaran retribusi/pajak potong.
c.       Memiliki surat ijin potong.
d.      Dilakukan pemeriksaan ante mortem oleh petugas pemeriksa yang berwenang paling lama 24 jam sebelum penyembelihan.
e.       Disitirahatkan paling sedikit 12 jam sebelum penyembelihan dilakukan.
f.        Penyembelihannya dilakukan di rumah pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan.
g.       Pelaksanaan pemotongan hewan potong dilakukan di bawah pengawasan dan menurut petunjuk-petunjuk petugas pemeriksa yang berwenang.
h.       Tidak dalam keadaan bunting.
i.         Penyembelihannya dilakukan menurut tata cara agama Islam.
                                
Syarat-syarat tersebut diatas untuk hewan potong  bisa tidak dipenuhi jika dilakukan penyembelihan darurat. Penyembelihan hewan darurat dapat dilaksanakan jika hewan potong yang bersangkutan menderita kecelakaan yang membahayakan jiwanya dan jika hewan tersebut membahayakan keselamatan manusia dan atau barang. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan di RPH atau tempay pemotongan hewan maka syarat d dan e tidak perlu dipenuhi. Jika penyembelihan darurat dilaksanakan diluar RPH atau tempat pemotongan hewan, maka syarat c, d, e, f, g dan h tidak perlu dipenuhi dan setelah penyembelihan hewan harus dibawa ke RPH atau tempat pemotongan hewan untuk penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post mortem. Untuk penyembelihan hewan potong dlam rangka agama dan adat syarat b dan f tidak perlu dipenuhi (Manual Kesmavet, 1993).
Manual Kesmavet (1993) mengutarakan bahwa pemeriksaan ante mortem dilaksanakan dengan mengamati dengan seksama hewan potong yang akan disembelih mengenai:
a.       Sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari segala arah.
b.      Lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata dan cermin hidung.
c.       Kulit, kelenjar getah bening sub maxillaris, parotidea, prescapularis dan inguinalis.
d.      Ada atau tidaknya adanya tanda-tanda hewan potong telah disuntik hormon dan suhu badannya.
e.       Mengadakan pengujian laboratorik apabila terdapat kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.

Pemeriksaan post mortem dimulai dengan pemeriksaan sederhana dan apabila diperlukan dilengkapi dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis yaitu terhadap bau, warna konsistensis dan pemeriksaan dengan cara melihat, meraba dan menyayat. Pemeriksaan mendalam dilakukan terhadap semua daging dan bagian hewan potong yang sisembelih tanpa pemeriksaan ante mortem, terhadap semua daging dan bagian hewan yang menderita atau menunjukkan gejala penyakit coryza gangraenosa bovum, haemorhagic septicemiia, piroplasmosis, surra, influensa equorum, arthritis, hernia, fractura, abces, ephithelimia, actinomycosis, actinobacillosis, mastitis, septichemia, cachexia, hydrops, oedema, brucellosis dan tuberculosis dan apabila berdasarkan pemeriksaan sederhana terdapat kelainan yang menyebabkan perlunya pemeriksaan mendalam. Peredaran daging yang mengalami pemeriksaan mendalam boleh diedarkan setelah menerima hasil pemeriksaan dan diperbolehkan untuk diedarkan ke konsumen  (Manual Kesmavet, 1993).

Menurut SK Menteri Pertanian Nomor: 431/Kpts/TN.310/7/1992 yang terdapat dalam Manual Kesmavet (1993) pemeriksaan sederhana seperti yang telah disebutkan di atas dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a.       Pemeriksaan kepala lidah yang dilakukan secara lengkap dengan cara melihat, meraba, dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah (massetter) serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil.
b.      Pemeriksaan organ rongga dada yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan posterior, jantung dengan memperhatikan pericardium, epicardium, myocardium, endocardium dan katup jantung dan yang terakhir diafragma.
c.       Pemeriksaan organ rongga perut yang dilakukan dengan cara melihat, meraba dan menyayat seperlunya hati dan limpa, ginjal meliputi capsul, corteks dan medulanya dan pemeriksaan pada usus beserta kelenjar mesenterialis.
d.      Pemeriksaan alat genetalia dan ambing yang dilakukan bila ada penyakit yang dicurigai.
e.       Pemeriksaan karkas yang dilakukan dengan melihat, meraba dan menyayat seperlunya kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pemeriksaan secara mendalam berupa       penerapan salah satu atau beberapa tindakan-tindakan sebagai berikut:
a.       Pengukuran pH daging.
b.      Uji permulaan pembusukan daging.
c.       Uji kesempurnaan pengeluaran darah.
d.      Uji memasak dan memanggang (untuk pejantan).
e.       Pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi.
f.        Pemeriksaan residu antibiotika dan hormon.
g.       Pemeriksaan zat warna empedu.

Tata cara penanganan daging diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomor: 413/Kpts/TN.310/7/1992 (Manual Kesmavet, 1993), sebagai berikut:
a.       Daging sebelum diedarkan harus dilakukan pelayuan selama sekurang-kurangnya 8 jam dengan cara menggantungkan di dalam ruang pelayuan yang sejuk, cukup ventilasi, terpelihara baik dan higienis.
b.      Daging yang akan diedarkan harus memenuhi syarat (sesuai dengan SK Menpan) yang telah dikeluarkan oleh tanggung jawab dari RPH atau tempat pemotongan hewan.
c.       Tidak diperbolehkan menambah bahan atau zat pada daging yang dapat mengubah warna aslinya.
d.      Dalam penanganannya daging tidak boleh kontak dengan lantai dan tidak terkontaminasi.
e.       Apabila diperlukan membagi karkas menjadi empat bagaian atau kurang dengan cara pemotongan dalam keadaan menggantung atau disediakan meja khusus.
f.        Daging dalam bentuk tanpa tulang harus didinginkan sampai suhu 10oC atau kurang atau dibekukan sampai sushu –15oC dan harus dibungkus atau dikemas dengan baik.
g.       Dalam pengangkutan karkas atau bagian karkas harus tetap dalam keadaan menggantung dan terpisah dari isi rongga perut dan dada serta bagian hewan potong lainnya.
h.       Selama dalam pengangkutan tidak diperbolehkan seorang pun dalam ruang daging kendaraan pengangkut.
i.         Pengangkutan daging untuk tujuan Dati II, Dati I atau negara lain harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Dan Asal Daging yang dikeluarkan oleh petugas pemeriksa yang berwenang.
j.        Untuk tujuan eksport dan antar pulau harus memenuhi persyaratan karantina yang berlaku.
k.      Ruang daging dalam kendaraan angkutan hanya dikhususkan untuk mengangkut daging dan memenuhi syarat yang ditentukan, antara lain: terbuat dari bahan anti karat, berlantai tidak licin, bersudut pertemuan antar dinding melengkung dan mudah dibersihkan, dilengkapi dengan alat penggantung dan lampu penerang yang cukup, dan untuk pengangkutan yang memerlukan waktu lebih dari 2 jam harus bersuhu setinggi-tingginya 10oC dan untuk daging beku bersuhu setinggi-tingginya –15oC.
l.         Selama perjalanan tempat daging tidak boleh dibuka atau harus ditutup.

       Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tempat penjualan daging di pasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       Terpisah dari tempat penjualan komoditi yang lain.
b.      Bangunan permanen dengan lantai kedap air, ventilasi cukup, langit-langit tidak mudah dilepas bagiannya, dinding tembok permukaannya licin dan berwarna terang atau yang terbuat dari porselin putih,  mempunyai loket yang bagian atasnya dilengkapi dengan kawat kasa atau alat lain untuk mencegah masuknya lalat atau serangga lain serta dilengkapi lampu penerangan yang cukup.
c.       Disediakan meja berlapis porselin  putih dan tempat serta alat penggantung bagian daging yang terbuat dari bahan yang tidak berkarat.
d.      Selalu tersedia air bersih yang cukup untuk keperluan pembersihan tempat penjualan dan tempat pencucian tangan.
e.       Selalu dalam keadaan bersih.
f.        Daging beku dan daging dingin yang ditawarkan di toko daging dan swalayan harus ditempatkan dalam alat pendingin, kotak pamer berpendingin dengan suhu yang sesuai dengan suhu daging yang dilengkapi dengan lampu yang pantulan cahayanya tidak merubah warna asli daging.
g.       Daging yang dijual dengan menjajakan keliling dari rumah ke rumah harus ditempatkan di dalam wadah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: mempunyai tutup, sedapat-dapatnya berwarna putih dan bagian dalamnya dilapisi dengan bahan yang tidak berkarat.

Babi

Manual Kesmavet (1993) menerangkan bahwa SK Menteri Pertanian Nomor: 294/Kpts/TN.240/5/1989 memberikan syarat bagi babi yang harus dipotong sebagai berikut:
a.       Harus disertai surat pemilikan dan bukti pembayaran retribusi/pajak potong menurut peraturan yang berlaku.
b.      Dinyatakan diijinkan untuk dipotong tanpa syarat atau dengan syarat menurut pemeriksaan ante mortem yang dilakukan paling lama 24 jam sebelum penyenbelihan. Syarat ini tidak berlaku apabila dilakukan penyembelihan secara darurat.
c.       Diistirahatkan paling lama 12 jam sebelum dilakukan penyembelihan.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa sebelum pemotongan babi harus diperiksa dahulu kesehatannya dengan pemeriksaan yang disebut pemeriksaan ante mortem pada tempat yang telah disediakan dan oleh petugas pemeriksa yang berwenang, dengan pengamatan sebagai berikut:
a.           Keadaan umumnya dengan memperhatikan sikap babi saat berdiri dan  bergerak dari segala arah.
b.          Keadaan lubang kumlah, selaput lendir mulut, mata dan cermin hidung.
c.           Keaadan kulit dan bila perlu kelenjar getah bening sub maxillaris, parotidea, prescapularis, dan inguinalis.
d.          Ada atau tidak adanya babi telah disuntik dengan suntikan hormon.
e.           Suhu badannya.
f.            Mengadakan pengujian laboratorium jika terjadi kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak diketahui dari pengamatan.

         Setelah dilakukan pengujian ante mortem tersebut diberikan ijin (berlaku hanya 24 jam) untuk disembelih oleh petugas pemeriksa yang diberi wewenang jika ternak dalam keadaan memenuhi syarat untuk disembelih (sehat dan daging tidak membahayakan bagi konsumen).
Cara penyembelihan babi berlainan dengan cara penyembelihan hewan, penyembelihan hewan dengan menggunakan kaidah-kaidah aturan cara penyembelihan secara Islam, jika penyembelihan dengan cara seperti yang diterangkan oleh Manual Kesmavet (1993), sebagai berikut:
a.       Menyembelih babi dilakukan dengan menusuk jantung melalui intercostal I atau dengan memotong urat nadi leher.
b.      Sebelum disembelih dapat dipingsankan dahulu.
c.       Setelah babi tidak menunjukkan tanda-tanda bergrak dan darah berhenti mengalir dilakukan penyelesaian dengan urutan: babi digantung, dikuliti, isi rongga perut dan dada dikeluarkan, karkas dibelah memanjang sampai batas kepala, kepala dapat dilepaskan dari karkas.
d.      Untuk upacara adat dan keagamaan pengulitan dapat tidak dilakukan atas ijin khusus petugas pemeriksa dan setelah penyembelihan dilakukan penanganan dengan urutan: babi dimasukkan ke dalam air panas, bulu dikerok sampai habis, digantung, isi rongga perut dan dada dikeluarkan.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa setelah proses penanganan penyembelihan selesai di RPB (Rumah Pemotongan Babi) dilakukan pemeriksaan post mortem pada daging dan bagian-bagian yang lain secara utuh. Dalam pemeriksaan ini diperlukan pisau tajam dan alat-alat yang lain yang bersih dan tidak berkarat yang sudah disuci hamakan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas berwenang yang telah ditunjuk pada empat yang terang dan disediakan khusus. Pemeriksaan post mortem diawali dengan pemeriksaan sederhana dan jika diperlukan dilanjutkan dengan pemeriksaan mendalam. Pemeriksaan sederhana meliputi pemeriksaan organoleptis (bau, warna dan konsistensi) dan pemeriksaan dengan cara melihat,  meraba dan menyayat.  Pemeriksaan sederhana dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a.       Kepala dan lidah dilihat secara lengkap dengan cara  melihat, meraba dan menyayat seperlunya alat-alat pengunyah serta kelenjar-kelenjar sub maxillaris, sub parotidea, retropharyngealis dan tonsil.
b.      Rongga dada dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada oesophagus, larynx, trachea, paru-paru serta kelenjar paru-paru yang meliputi kelenjar bronchiastinum anterior, medialis dan posterior, jantung diperhatikan pada bagian pericardium dan katup jantung, dan yang terakhir pada diafragma.
c.       Organ rongga perut dilihat, diraba dan disayat seperlunya pada bagian limpa, hati, ginjal (capsul, cortex, medula) dan usus beserta kelenjar mesenterialis.
d.      Alat genetalia dan ambing diperiksa bila ada gejala penyakit yang dicurigai.
e.       Karkas diraba, dilihat dan disayat seperlunya terutama pada kelenjar prescapularis superficialis, inguinalis profunda/supramammaria, axillaris, iliaca dan poplitea.

Manual Kesmavet (1993) menyatakan perlu dilakukan pemeriksaan mendalam apabila produk babi yang disembelih tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem, diperiksa secara ante mortem tetapi diijinkan disembelih dengan syarat dan jika pada pemeriksaan sederhana terdapat kelainan. Pemeriksaan mendalam dilakukan dengan menerapkan salah satu atau beberapa tindakan sebagai berikut:
a.       Pengukuran pH daging.
b.      Uji permulaan pembusukan daging.
c.       Uji kesempurnaan pengeluaran darah.
d.      Uji memasak dan memanggang (untuk pejantan).
e.       Pemeriksaan mikrobiologi dan parasitologi.
f.        Pemeriksaan residu antibiotika dan hormon.
g.       Pemeriksaan zat warna empedu.

Setelah pemeriksaan secara mendalam selesai maka daging babi tersebut dinyatakan oleh petugas yang telah mendapat wewenang dapat diedarkan untuk konsumsi, diedarkan dengan syarat sebelum pengedaran, diedarkan dengan syarat selama pengedaran  dan tidak boleh diedarkan. Daging boleh diedarkan untuk konsumsi bila daging babi tersebut dari babi yang tidak menderita suatu penyakit. Daging boleh diedarkan dengan syarat sebelum pengedaran apabila dilakukan perlakuan tertentu sebelum diedarkan. Daging  boleh diedarkan untuk konsumsi dengan syarat harus dilakukan perlakuan tertentu atau cara tertentu dalam pengedarannya atau dilakukan pengawasan dengan cara tertentu selama pengedarannya apabila dalam pemeriksaan post mortem dijumpai warna, konsistensi atau bau daging yang tidak normal, septichemia, cachexia, hydrops dan oedema. Daging babi dinyatakan tidak boleh diedarkan untuk konsumsi apabila berasal dari babi yang menderita penyakit:
a.       Antraks.
b.      Tetanus.
c.       Rabies.
d.      Pseudo rabies.
e.       Erysipelas akut dengan erythrema.
f.        Hog cholera.
g.       Tuberculosis yang sifatnya ekstensif.
h.       Cysticercosis dengan infestasi merata.
i.         Trichinellosis dengan infestasi berat.
j.        Mycotoxicosis baik akut maupun kronis.
k.      Collibacilosis.
l.         Residu pestisida/obat/hormon/bahan kimia/ lain yang membahayakan manusia.

B.     Fungsi dan Syarat RPA

Rumah pemotongan ayam harus  menjaga kebersihan, baik bangunannya maupun mesin-mesin yang digunakan dan terdapat standar SNI 01-6160-1999 (Standar RPU) dan SNI 01-3924-1995 (Standar karkas ayam pedaging) serta SK Mentan No. 306/ KPTS/TN 330/4/1994 tentang pemotongan unggas dan penanganan daging unggas serta hasil ikutannya.

Syarat-syarat untuk Mendirikan Rumah Potong Ayam

1.      Berada jauh dari pemukiman penduduk sebab rumah potong ayam selain menyebabkan  polusi bau, juga menyebabkan polusi lingkungan.
2.      Mendapatkan izin dari masyarakat dan pemerintah( tanah sesuai peruntukkannya).
3.      Memiliki  sumber air yang cukup.
4.      Berada di daerah yang mudah dicapai dengan kendaraan bermotor untuk mengangkut ayam hidup maupun karkas.
5.      Relatif dekat dengan daerah pemasaran.
6.      Ada fasilitas listrik dan telepon.





Tata letak bagunan Rumah Potong Ayam

-          Gambar

Usaha pemotongan  ayam secara modern adalah pemotongan ayam di tempat tertentu dengan tetap mengacu pada kehalalan produk disertai dengan peningkatan sanitasi sehinnga di peroleh hasil yang lebih higienis.pada usaha pemotongan ayam secara modern juga memperhitungkan tata letak dalam bangunannya. Prinsip letak bagunan searah sehingga terpisah antara tempat kotor dan tempat bersih.

            Peralatan untuk Rumah Potong Ayam
           
1.      Kendaraan pengangkut ayam hidup beserta keranjang untuk pengangkut ayam( bisa truk /mobil pick up) tergantung jumlah ayam yang akan dipotong.
2.      Kendaraan  pengangkut karkas sebaiknya mobil boks tertutup yang disertai pendingin supaya karkas tetap segar ketika sampai di pedagang karkas/ supermarket yang dituju.
3.      Pisau,pisau yang digunakan sebaiknya dari logam anti karat yang tajam.Pisau terdiri atas pisau untuk potong ayam dan pisau untuk potong tulang.
4.      Penampung darah.
5.      Alat penggantung yang menjepit kedua kaki ayam dan menggantung kepalanya.
6.      Alat pencelup ayam berisi air panas.
7.      Alat pencabut bulu(plucker).
8.      Mesin untuk mengeluarkan bagian dalam ayam seperti hati, ampela dan usus.
9.      Bak pencuci karkas.
10.  Mesin untuk parting  (dada) ayam.
11.   Meja penanganan bagian dalam ayam.
12.  Bak pencuci bagian dalam ayam.
13.   Bak pendingin karkas.
14.   Bak pendingin jeroan/ bagian dalam ayam.
15.  Keranjang untuk karkas.
16.  Keranjang untuk jeroan ayam.

Proses Pemotongan Ayam di Rumah  Potong ayam modern
1.      Penampungan sementara (holding bays).
2.      Penggantungan (overhead conveyor).
3.      Pemingsanan (stunning).
4.      Penyembelihan (Slaughtering).
5.      Pencelupan ke dalam air panas (scalding).
6.      Pencabutan bulu (defeathering).
7.      Pengeluaran jeroan (eviscerating)
a.       Pembersihan karkas
b.      Pembersihan jeroan
8.      Pendinginan (chilling)
9.      Pemotongan (cutting)
a.       Kepala (head)
b.      Kaki (shank)
c.       Bagian-bagian(parting)
10.  Pengkelasan (grading)
11.  Pengemasan (packing)
12.  Pelabelan (labelling)
13.  Pembekuan (freezing)
14.  Penyimpanan(storage)
15.  Pengangkutan produk (dispact)

Karkas dari rumah potong ayam modern berupa ayam utuh, atau bagian-bagian dada, paha, sayap, punggung, jeroan (biasanya dijual di supermarket menggunakan  lemari pendingin). Ada juga karkas yang dijual dalam beku dan disimpan dalam freezer.

Usaha Pemotongan Hewan
Menurut Kesmavet (1993) usaha pemotongan unggas dapat dilaksanakan oleh perorangan WNI atau badan yang didirikan menurut hukum di Indonesia. Usaha Pemotongan Unggas didasarkan pada luasan peredaran daging yang dihasilkan dan diatur dalam SK Menteri Pertanian Nomer: 557/Kpts/TN.520/9/1987. Adapun usaha pemotongan hewan tersebut terbagi menjadi.
e.       Kelas A :  penyediaan daging untuk kebutuhan ekspor.
f.       Kelas B: penyediaan daging untuk kebutuhan antar propinsi Daerah Tingkat 1.
g.      Kelas C: penyediaan daging untuk kebutuhan antar kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II di dalam satu Propinsi Daerah Tingkat I.
h.      Kelas D : penyediaan daging untuk kebutuhan di dalam wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

Usaha pemotongan hewan menurut  kegiatan usaha pemotongan hewan terdiri dari tiga kategori:
d.      Kategori I: Kategori melaksanakan pemotongan unggas milik sendiri di rumah pemotongan unggas milik sendiri.
e.       Kategori II : Kegiatan menjual jasa pemotongan unggas atau  melaksanakan pemotongan hewan milik orang lain
f.       Kategori III : Kegiatan melaksanakan pemotongan unggas pada rumah pemotongan unggas milik orang lain.
7.      Ijin Usaha Pemotongan Hewan
Menurut Manual Kesmavet (1993)  ijin usaha pemotongan unggas diatur dalam SK Menteri Petanian Nomer: 557/Kpts/TN.520/9/1987. Setiap orang yang melaksanakan usaha pemotongan hewan harus memperoleh izin usaha dari:
d.      Direktur Jenderal Peternakan, sepanjang mengenai usaha pemotongan hewan kelas A dan kelas B.
e.       Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sepanjang usaha pemotongan kelas C.
f.       Bupati atau Walikota Kepala Daerah Tingkat II, sepanjang usaha pemotongan hewan kelas D.


Ijin usaha pemotongan hewan diberikan untuk skala tertentu, yaitu:

e.       Untuk usaha pemotongan unggas kategori I dengan menetapkan kapasitas pemotongan unggas dari rumah potong unggas yang digunakan dan maksimum jumlah unggas yang dipotong perminggu.
f.       Untuk ijin usaha pemotongan unggas kategori II dengan menetapkan kapasitas pemotongan unggas dari rumah potong unggas yang digunakan.
g.      Untuk usaha pemotongan unggas kategori I dan II dengan menetapkan kapasitas pemotongan unggas dari rumah potong unggas yang digunakan dan maksimum jumlah unggas sendiri yang  yang diijinkan untuk dipotong perminggu.
h.      Untuk usaha pemotongan unggas kategori III dengan menetapkan kapasitas pemotongan unggas dari rumah potong unggas yang digunakan dan maksimum jumlah hewan yang dipotong perminggu.

Ijin usaha pemotongan hewan kelas A kategori I,II,III dapat diberikan ijin apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
d.      Memiliki HO dan ijin lokasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e.       Memiliki RPH yang memenuhi persyaratan untuk  usaha pemotongan unggas kelas A.
f.       Usaha yang  direncanakan dapat dipertanggung jawabkan kelayakan usahanya yang meliputi aspek penyediaan bahan baku, pemasaran hasil serta aspek teknis dan dapat diterima dari segi sosial setempat yang dinyatakan dalam rekomendasi Dinas Peternakan Daerah Tingkat I setempat.

Ijin usaha pemotongan unggas diberikan untuk jangka waktu 20 tahun bagi usaha pemotongan unggas kategori I dan II dari semua kelas dan 5 tahun bagi usaha pemotongan unggas kategori III dari semua kelas. Ijin pemotongan unggas akan berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu berakhir atau waktu 3 bulan telah lewat sejak pemegang ijin meninggal dunia atau dalam hal ini pemegang ijin suatu badan dibubarkan apabila ahli waris dari pemegang ijin tersebut tidak mempergunakan ijin tersebut. Ijin usaha pemotongan unggas dapat dicabut apabila tidak melakukan pemotongan unggas dalam jangka waktu 3 bulan setelah ijin diberikan, tidak melakukan pemotongan unggas selama 1 tahun berturut-turut, tidak memenuhi syarat administrasi atau teknis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah mendapatkan peringatan tertulis 3 kali dan dipindah tangankan ijin tersebut tanpa ijin tertulis dari pemegang hak.

Tata cara penyembelihan di RPH dan RPA menurut syariat Islam antara lain:
1.      Orang yang menyembelih hewan ternak harus beragam aislam, dewasa dan berakal sehat.
2.      Membaca Basmallah sebelum penyembelihan dilakukan.
3.      Pisau yang digunakan untuk penyembelihan harus tajam dan bersih.
4.      Hewan yang akan disembelih sunnah di hadapkan ke arah kiblat.
5.      Orang yang akan menyembelih disunnahkan membaca shalawat kepada Rasullah SAW dan membaca takbir sebanyak 3 kali.
6.      Orang yang akan menyembelih harus mengetahui pengetahuan tentang hewan yang halal maupun yang haram.
7.      Setelah penyembelihan, darah dibiarkan keluar sampai berhenti.
8.      Penyembelihan dilakukan dengan baik, hygenis, dan menjaga kebersihan lingkungan.

Dapus:
Rahayu, I. , T. Sudaryani, dan H. Santosa. 2011. Panduan lengkap Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta
Nuhriawangsa, A. M. P. 2005. Abatoar dan Teknik Pemotongan. Program Studi Produksi Ternak. Jurusan Produksi Ternak. UNS. Suarakarta.



       



Tidak ada komentar:

Posting Komentar